Suara.com - Pelatih ganda campuran pelatnas PBSI, Richard Mainaky, mengaku tak tahu kapan dirinya akan meninggalkan dunia bulu tangkis. Pelatih berusia 54 tahun itu menyebut sudah cinta mati dengan olah raga tepok bulu, hingga tak pernah berpikir untuk pensiun.
Richard Mainaky yang lahir di Ternate, Maluku Utara pada 23 Januari 1965, sudah terjun ke dunia bulutangkis sejak kecil. Darah pebulutangkis mengalir dari Sang Ayah, Jantje Rudolf Mainaky.
Meski mengaku sempat bercita-cita sebagai seorang tentara, Richard Mainaky kecil nyatanya serius menimba ilmu bulu tangkis dengan merantau ke Jakarta.
Dirinya menjadi pembuka jalan sekaligus panutan bagi adik-adiknya yang turut terjun di dunia bulutangkis yaitu Rionny Frederik Lambertus Mainaky, Rexy Ronald Mainaky, Marleve Mario Mainaky, serta Karel Leopold Mainaky.
Baca Juga: Tak Ada Korban Tewas dalam Ledakan di Mall Taman Anggrek
Saat itu Ichad (sapaan akrab Richard Mainaky), masuk ke PB 56 dan dilatih Darius Pongoh, ayah dari mantan pebulutangkis Lius Pongoh. Ketika PB 56 bubar, Richard Mainaky menimba ilmu di PB Tangkas hingga berhasil masuk ke pelatnas PBSI pada 1989.
Karier Richard Mainaky sebagai pemain nyatanya tak berjalan mulus. Sempat bergonta-ganti sektor dari tunggal putra, ganda putra, hingga ganda campuran, prestasi Ichad tak kunjung cemerlang.
Hingga pada akhirnya pelatih yang sempat mencicipi profesi sampingan sebagai debt collector ini memutuskan pensiun pada 1994 dan kembali ke PB Tangkas untuk melatih.
Dari situlah karier Richard Mainaky di dunia bulutangkis mulai menemui titik terang. Usai membawa anak didiknya beberapa kali menjuarai kompetisi tingkat nasional pada 1996, mantan pelatihnya di pelatnas, Christian Hadinata mengajak Ichad kembali ke Cipayung.
Laman berikut adalah keberhasilan Ichad mencetak pebulutangkis peraih gelar bergengsi di pentas Olimpiade.
Baca Juga: Melihat Pena Ribuan Tahun lalu di Pen Museum Birmingham
Christian Hadinata yang saat itu menjabat sebagai kepala sub bidang pembinaan PBSI, mengajak Richard Mainaky untuk bergabung dalam staf kepelatihan di Pelatnas PBSI.
Gayung bersambut, Richard Mainaky pun mengiyakan tawaran untuk mengemban tugas sebagai asisten pelatih Imelda Wiguna di sektor ganda campuran pada 1997. Sebelum akhirnya, ia resmi menjabat sebagai pelatih kepala dua tahun berselang.
"Memang, jiwa saya sebagai pelatih sudah ada sejak di PB Tangkas. Saya sempat bawa anak didik saya menjadi juara nasional. Dari situ bisa dilihat bahwa saya mungkin punya talenta juga," ujar Richard Mainaky kepada Suara.com beberapa waktu lalu.
Sejak saat itu, karier Richard Mainaky di dunia kepelatihan terus bersinar. Berbagai gelar juara mampu dipersembahkan anak didiknya di sektor ganda campuran dari mulai All England, Kejuaraan Dunia, hingga medali emas Olimpiade.
Meski telah mendapatkan banyak gelar juara dan memberikan prestasi prestisius bagi Indonesia selama 23 tahun menjadi pelatih, kakak kandung dari legenda bulutangkis, Rexy Mainaky ini tak berpikir untuk pensiun. Menurutnya, jalan hidupnya memanglah di dunia bulu tangkis.
"Kalau pergi berlibur, kalau merayakan Natal di kampung saya di Ternate selama kurang lebih dua minggu, saya pikir kok agak sulit ya kalau begini terus (tidak melatih)," ujar Richard Mainaky.
"Kalau pensiun saya tidak tahu mau bikin apa, kalau di sana (Ternate) saya bingung mau bikin apa. Jadi saya sepertinya sulit lari dari bulu tangkis. Cinta bulutangkis? sepertinya begitu," imbuh Richard Mainaky.
Richard Mainaky menjelaskan, jika fokusnya saat ini adalah mempertahankan medali emas Olimpiade 2020 Tokyo. Menurutnya, prestasi Tontowi Ahmad / Liliyana Natsir yang sukses membawa pulang medali emas Olimpiade 2016 harus bisa dilanjutkan. Dan itu tantangan tersendiri baginya.
Selepas 2020, pelatih berjuluk "tangan besi" itu pun tak mengetahui apakah masih terus melatih atau tidak. Yang pasti, Richard Mainaky menyebut, jika nantinya pensiun, dirinya bakal kembali ke klubnya saat ini, PB Djarum, untuk membina talenta-talenta muda.
"Kalaupun saya pensiun dari PBSI, saya akan kembali klub PB Djarum, bantu-bantu mencari talenta," tukasnya.