Suara.com - Cedera parah yang diderita tunggal putri Spanyol, Carolina Marin, membuat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) berjaga-jaga agar atletnya bisa terus fit dalam periode kualifikasi menuju Olimpiade 2020 Tokyo.
Sebagaimana diketahui, Carolina Marin harus menepi dari karpet hijau selama enam bulan.
Ratu Bulutangkis Eropa itu menderita cedera anterior cruciate ligament (ACL) saat berlaga di babak final Indonesia Masters 2019, 27 Januari lalu.
Kabid Binpres PBSI, Susy Susanti menyebut pihaknya terus mencari cara agar para pebulutangkis Pelatnas bisa terhindar dari cedera parah yang bisa memupuskan harapan tampil di Olimpiade 2020.
Baca Juga: Sekilas Rudi Lubbers: Rival Muhammad Ali, Pengedar Narkoba, dan Gelandangan
"Memang susah juga ya (menghindari cedera), tapi kita akan menjaga atlet sebaik-baiknya, apalagi sebentar lagi mau Olimpiade," ujar Susy Susanti saat dihubungi wartawan, Kamis (7/2/2019).
Meski cedera yang dialami Carolina Marin cukup parah, Susy mengimbau agar para atlet Pelatnas tidak merasa trauma.
Menurut peraih medali emas Olimpiade 1992 itu, jangan sampai ketakutan akan cedera justru menurunkan penampilan di atas lapangan.
"Saat pertandingan kan kadang kita tidak sadar juga, karena kalau pikir takut cedera terus, nanti justru tidak bisa main (maksimal). Cedera itu bisa kita sebut musibah ya, kapan saja bisa terjadi," ujar Susy.
Lebih jauh, Susy menjelaskan jika PBSI sudah menyusun program yang memperhatikan keseimbangan antara pengumpulan poin dan kondisi fisik atlet.
Baca Juga: Saling Lempar Candaan, Bukti Cairnya Hubungan Rossi dan Vinales
Disamping, PBSI tetap tak melupakan kewajiban minimal 12 turnamen pertahun yang dicanangkan BWF.
"Contohnya The Minions—julukan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon—mereka harus lebih selektif memilih turnamen. Tapi ada jatah BWF yang harus diikuti juga. Kecuali kondisinya (fisik) memang buruk, ya tak bisa kita paksakan," tukas Susy.