Suara.com - Sri Hartini, seorang pegawai Kemenpora mungkin tak akan melupakan kejadiaan mengerikan yang dialaminya pada Sabtu (22/12/2018) malam lalu. Tengah menghadiri gathering bersama 49 pegawai lainnya, Sri menjadi salah satu korban gelombang tsunami Selat Sunda yang menerjang kawasan Tanjung Lesung, Banten.
Sri sendiri menjadi korban sempat meski sempat dikabarkan hilang dan meninggal. Ia kini tengah terbaring di Rumah Sakit Olahraga Nasional (RSON), Cibubur, Jakarta Timur.
Dengan wajah serius, Sri pun menceritakan kepada Suara.com soal bagaimana ia mampu selamat dari bencana yang menewaskan ratusan korban jiwa tersebut.
Sri menuturkan, musibah bermula saat rombongan pegawai Kemenpora dari Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan Olahraga Nasional (PP-ITKON) tengah menggelar pelatihan dan gathering di Tanjung Lesung.
Baca Juga: Januari 2019, Persija Pakai Lapangan Latihan Baru
Saat acara memasuki sesi hiburan dan tukar kado, aliran listrik di kawasan resor Tanjung Lesung padam, yang disusul gulungan ombak tinggi yang akhirnya menyapu bersih semua yang ada di situ, termasuk tentunya manusia.
"Kira-kira pukul 21:00 WIB, kita saling tukar kado. Saat penyanyi naik panggung tiba-tiba lampu mati. Kita sih masih duduk-duduk saja saat itu," buka Sri Hartini.
"Saya nggak kepikiran bakal ada apa-apa, tapi selanjutnya kami semua lihat ada ombak tinggi banget. Kita semua bengong. Saat sadar, kita langsung kabur, tapi ya kegulung ombak," terangnya.
Usai selamat dari terjangan gelombang air dahsyat tersebut, Sri Hartini mengaku sempat ditolong beberapa warga yang berada di sekitar pantai. Warga membawanya menuju jalan raya, untuk menemukan rombongan Kemenpora.
Sri memang bertemu dengan beberapa rekan-rekannya di sepanjang jalan raya. Namun, posisi mereka sedang menuju ke bukit atau dataran tinggi, menyusul kabar bakal adanya tsunami susulan.
Baca Juga: Alexis Sanchez Siap Comeback saat Man United Menjamu Bournemouth
Menghadapi kondisi tersebut, perempuan yang bekerja sebagai petugas measure itu mengaku sudah tak punya tenaga untuk mengikuti rekan-rekannya ke atas bukit. Dirinya dan beberapa pegawai lain pun memilih untuk beristirahat di samping pohon tumbang.
Sri yang saat itu terserang sesak nafas karena benturan keras saat tergulung ombak, mengaku sudah tak kuat berjalan. Dirinya pasrah jika tsunami susulan memang benar-benar akan melanda.
"Saya sulit berjalan, bagian dada saya sakit. Akhirnya saya berusaha senderan di pohon. Akhirnya ada penduduk yang coba menolong, tapi dia bilang cuma punya gerobak sampah," ungkap Sri.
Lantaran sudah tak punya tenaga, Sri bersama beberapa rekannya pada akhirnya rela masuk ke dalam gerobak sampah milik warga tersebut. Mereka pun diantar ke klinik atau puskesmas terdekat.
"Karena sudah lelah ya, akhirnya saya sama enam teman yang sudah tidak kuat, tumpuk-tumpukkan (di dalam gerobak) untuk dibawa ke puskesmas," tukasnya.
Akibat bencana tsunami tersebut, dari 50 orang rombongan, lima pegawai Kemenpora meninggal dunia dan 17 lainnya luka-luka.