Suara.com - Peluang Greysia Polii / Apriyani Rahayu untuk meraih juara kembali dikandaskan oleh pasangan Jepang. Yang teranyar, Greysia / Apriyani takluk di babak semifinal Prancis Open 2018 oleh pasangan Mayu Matsumoto / Wakana Nagahara.
Ya, dalam rentang satu tahun terakhir, Greysia / Apriyani bisa di bilang babak belur oleh para ganda putri Jepang. Pasalnya, sudah 10 turnamen ganda putri ranking tiga dunia ini selalu terhenti oleh wakil negeri sakura. Tujuh diantaranya bahkan selalu terjadi di semifinal.
"Kita sudah tujuh kali kalah gini di setiap semifinal. Padahal setiap kali petandingan semifinal kita mau menang dan jadi juara lagi," ujar Greysia Polii saat ditemui dikawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (31/10/2018).
"Kami tak lihat dari hasilnya, tapi (selalu) kalah dengan wakil Jepang ini ada apa sebenarnya? Ini yang kita coba evaluasi dan kami bersama pelatih mencoba cari cara harus diapakan lagi."
Baca Juga: Data & Fakta Seputar Piala AFF 2018 yang Perlu Diketahui
Di musim ini, tercatat Gresyia / Apriyani hanya satu kali berhasil menghentikan dominasi wakil-wakil Jepang, yakni di Thailand Open 2018.
Greysia / Apriyani berhasil meraih gelar juara usai menaklukan Shiho Tanaka/Koharu Yonemoto di semifinal dan membungkam juara Olimpiade 2016, Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi di babak final.
Seperti diketahui, wakil-wakil Jepang saat ini sangat mendominasi sektor ganda putri dunia. Bahkan, lima diantaranya bertengger di ranking top 10 dunia.
Greysia Polii tak menampik bahwa Indonesia kekurangan ganda putri mumpuni yang bisa bermain stabil seperti dirinya dan Apriyani. Sebaliknya, tak seperti Indonesia, Jepang memiliki persaingan yang ketat dalam pemusatan latihan mereka.
"Jepang itu sudah sering sekali menjadi lawan kita. Dan mereka punya tiga pasangan yang selalu mengalahkan saya dan Apriyani, (Yuki Fukushima/Sayaka Hirota, Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi, dan Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara)," terang Greysia.
Baca Juga: Bentrokan Jadwal Liga dan Piala AFF 2018 Hanya di Indonesia
"Sementara kita cuma punya satu. Misalnya saya menang di delapan besar melawan si A, lalu di perempat final ketemu si B, jadi peluru mereka banyak sekali. Itu yang membuat mereka lebih mudah mempelajari gaya permainan kita. Sedangkan kita harus baca berulang-ulang permainan mereka. itu yang jadi evaluasi."