Suara.com - Direktur Sport Panitia Pelaksana Asian Para Games 2018 (INAPGOC), Fanny Riawan menyebut ada tiga orang yang menjadi inspirasi utama pembuatan medali Asian Para Games (APG) 2018.
Seperti diketahui, INAPGOC selaku panitia pelaksana resmi meluncurkan medali APG 2018 hari ini, Jum'at (5/10/2018) di GBK Arena, Senayan, Jakarta.
Berbeda dengan medali-medali Asian Para Games sebelumnya, peluncuran medali APG 2018 membuat Indonesia mengukir sejarah sebagai tuan rumah pertama yang mendesain medali khusus yang mampu menghasilkan bunyi khas.
Bunyi yang dihasilkan medali APG 2018 sendiri berasal dari benturan bola-bola mini yang disematkan didalamnya.
Baca Juga: KPK Geledah 2 Tempat Milik Advokat Lucas
Menurut Fanny, proses pembuatan desain medali APG 2018 tidaklah mudah. Semua berawal saat CEO Komite Paralimpik Asia (APC) Tarik Souei meminta INAPGOC membuat inovasi baru untuk medali pesta olahraga difabel Asia ke-III tersebut.
Bersama Wakil Sekretaris Jendral (Sekjen) INAPGOC Ferry Kono yang juga bertanggung jawab sebagai pembuat desain medali APG 2018, INAPGOC akhirnya memutuskan untuk membuat medali berbunyi seperti halnya di Paralimpiade 2016 Brasil. Disitulah peran atlet powerlifting Ni Nengah Widiasih muncul.
"Kami harus terimakasih pada Widi --sapaan akrab Ni Nengah Widiasih--, paralimpian kita yang meraih medali perunggu di Paralimpiade 2016 Brasil," kata Fanny di GBK Arena, Senayan, Jakarta, Jum'at (5/10/2018).
"Karena untuk membuat medali ini tak mudah, akhirnya kami pinjam punya Widi untuk memastikan apa isinya hingga medali bisa bersuara," imbuhnya.
Pembuatan medali APG 2018 sendiri kata Fanny, dilakukan di tempat berlangsungnya Asian Para Games pertama, yakni Guangzhou, Cina. Nantinya, masing-masing medali yakni emas, perak, dan perunggu disematkan jumlah bola-bola kecil yang berbeda.
Baca Juga: Tak Lolos Klasifikasi, 11 Atlet Batal Berlaga di Asian Para Games
Untuk medali emas akan berisikan 26 bola, perak berisikan 20 bola, dan perunggu akan berisikan 16 bola. Itu dilakukan demi memudahkan atlet difabel dengan keterbatasan melihat (tunanetra) bisa membedakan medali dari intensitas suara yang berbeda-beda.