Suara.com - Tak ada satupun insan di dunia yang menginginkan lahir dengan kondisi fisik tak sempurna, tak terkecuali bagi Dian David Michael Jacobs, paralympian tenis meja Indonesia.
Terlahir dengan cacat fisik di bagian tangan kanan, David kecil harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya berbeda dengan orang lain.
Lahir di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, David yang berdarah Ambon tumbuh besar di kota Batang, Jawa Tengah. Kecintaannya pada tenis meja mulai tumbuh saat menginjak usia 10 tahun.
Dari berawal hanya iseng dan coba-coba, kala bermain dengan kakak dan tetangganya, David akhirnya mulai serius menekuni tenis meja. Tak merasa minder, dirinya tak segan bersaing dengan para atlet normal di klubnya dahulu.
Baca Juga: Duh, Maskapai Ini Salah Tulis Nama di Badan Pesawatnya
"Orang tua saya melihat saya punya bakat di tenis meja. Dengan kondisi tangan kanan saya yang berukuran kecil sejak lahir, saya main tenis meja menggunakan tangan kiri dengan orang-orang normal," kata David Jacobs saat ditemui di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Dipandang Sebelah Mata, Melawan dengan Prestasi
Karir David di pentas tenis meja dunia dimulai dengan tenis meja normal, bukan disabilitas. Berbagai prestasi mampu ditorehkannya meski secara fisik memiliki kekurangan.
Malang-melintang di dunia tenis meja sejak usia belia, David akhirnya menuai hasil manis saat mampu menjadi kampiun Kejuaraan Nasional 2000. Lebih hebatnya, David mengalahkan seluruh atlet yang memiliki kondisi fisik sempurna.
"Saat itu saya mengalahkan pemain terbaik Indonesia yang bertubuh normal," ujar David mengenang.
Baca Juga: Man City memang Belum Pantas Jadi Favorit Juara Liga Champions
Sebelum menjadi juara Nasional pada 2000 itu, David mengaku banyak pihak yang memandang dirinya sebelah mata. Segala prestasi dan kemampuan yang ditunjukkannya tak dianggap, hanya karena tak sempurnanya kondisi fisik David.
"Sebelum itu saya sudah bermain bagus, akan tetapi mungkin orang-orang melihat tangan saya kecil sebelah jadi tidak percaya. Namun setelah juara (Nasional), mau tak mau mereka akhirnya memanggil saya masuk Timnas Indonesia," ujar David.
Sejak saat itu, prestasi David terus mengalir. Pria kelahiran 21 Juni 1977 ini menjadi "raja" meski hanya di pentas-pentas Asia Tenggara.
Namun, seperti kebanyakan penyandang disabilitas lainnya, David mengaku kerap kali mendapatkan perlakuan tak menyenangkan saat membela timnas tenis meja Indonesia.
Sebagai manusia biasa, David Jacobs mengaku sempat minder dan tak percaya diri akibat perlakuan-perlakuan bullying yang ditujukan kepadanya.
"Dahulu saya ikut pelatnas tenis meja orang normal, pertama kali keluar negeri ada orang yang menertawakan saya, dan itu membuat saya minder. Akan tetapi itu adalah bagian yang harus saya lalui, itu adalah proses agar saya semakin berkembang," kenang David.
Pada 2001, David turun di sektor ganda putra bersama Yon Mardiono, mereka berhasil merengkuh medali emas di Kejuaraan SEATTA Table Tennis di Singapura. Sejak saat itu, karir timnas David terus berlanjut. Dirinya turun mewakili Indonesia di SEA Games 2003, 2005, 2007 dan 2009.
Laman berikut adalah keputusan Dian David Michael Jacobs untuk terjun ke dunia para tenis meja.
Mengenal Para Tenis Meja, Mengharumkan Indonesia di Pentas Internasional
Setelah memutuskan pensiun dari timnas tenis meja Indonesia pada 2009, David memutuskan untuk menggeluti para tenis meja. Sebelum benar-benar pensiun, dirinya mengaku ingin memberikan banyak prestasi bagi Indonesia, dan para tenis meja merupakan gerbang untuknya mewujudkan hal ini.
"2010 saya masuk timnas para games, jadi ada yang beri tahu saya jika masuk para games, prestasi saya nanti bisa mendunia," ungkap David.
Usai mencetak prestasi gemilang saat bersaing dengan para atlet normal, David tak butuh waktu lama untuk beradaptasi dengan para tenis meja. Dirinya yang turun di kelas C10 (tingkat disabilitas paling ringan) akhirnya mampu menembus Paralimpiade pada 2012.
Tak dinyana, David yang baru kurun dua tahun menggeluti para tenis meja mampu merengkuh prestasi membanggakan dengan meraih medali perunggu di sektor tungal putra C10. Itu merupakan medali pertama yang diraih Indonesia pada perhelatan Paralimpiade dalam rentang 20 tahun terakhir.
Merasa tak puas, kini David membidik prestasi di Asian Para Games 2018. Selain menjadi tuan rumah, David ingin meraih medali emas demi membuktikan pada dunia bahwa para penyandang disabilitas tak seharusnya dipandang sebelah mata, namun mereka juga bisa berprestasi jika terus berusaha.
"Asian Para Games 2018 kita tuan rumah, di Jakarta, saya harap masyarakat terus memberi dukungan. Waktu kecil mungkin keterbatasan fisik saya lihat sebagai kekurangan, akan tetapi sekarang ini merupakan kelebihan, jangan malu dan terus semangat," ujar David.