Suara.com - Legenda bulutangkis Indonesia, Candra Wijaya menilai PBSI selaku induk olahraga bulutangkis harus lebih berani menurunkan pemain muda di event-event besar.
Pernyataan Candra merujuk pada kegagalan Indonesia melaju ke partai puncak usai dikalahkan regu Cina di semifinal Piala Thomas 2018.
Menurut peraih Piala Thomas 1998, 2000 dan 2002 itu, keputusan PBSI memainkan pasangan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan sebagai tunggal kedua saat melawan Cina, sedikit keliru. Sebab, performa pasangan muda Indonesia, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dinilainya lebih mumpuni melawan pasangan muda cina, Li Junhui / Liu Yuchen.
Di pertandingan itu, Hendra/Ahsan akhirnya kalah atas Li Junhui / Liu Yuchen, dalam drama tiga set, 17-21, 21-18, dan 21-12. Faktor usia membuat The Daddies --julukan Hendra / Ahsan--, dikatakan kalah stamina di gim ketiga.
"Di (sektor) ganda kedua itu, memang kalau bilang save (main aman) ya nurunin Hendra/Ahsan, tapi kalau sebetulnya potensi peluang itu kita harus dipercayakan lah pada Fajar/Rian," kata Candra Wijaya.
Untuk itu, Candra menyarankan PBSI untuk lebih berani memberi kesempatan pada para pemain muda. Sebab, lanjut Candra, merekalah yang akan jadi tulang punggung Indonesia di masa depan.
"Kedepannya menurut saya kita musti berani, karena menang kalah kita musti fight terus dengan mempercayakan pada anak-anak muda kita yang memang sedang di golden age (usia emas)," tandasnya.
Tim Thomas Indonesia sendiri gagal menunaikan target membawa pulang Piala Thomas ke tanah air usai ditaklulan putra-putra Cina 1-3 di semifinal yang berlangsung Jum'at (25/5/2018) di Impact Arena, Bangkok, Thailand.
Kevin Sanjaya Sukamuljo dan kawan-kawan pun harus kembali menahan dahaga mereguk manisnya gelar juara Piala Thomas yang terakhir kali didapat pada 2002 silam.