Tebusan Ricciardo: Sah Pakai Gigi Terbatas

Senin, 28 Mei 2018 | 10:35 WIB
Tebusan Ricciardo: Sah Pakai Gigi Terbatas
Daniel Ricciardo (Red Bull) juara GP Monaco [Andrej ISAKOVIC / AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Begitu chequered flag atau bendera finish F1 GP Monaco 2018 (27/05/2018)  berkibar, Daniel Ricciardo (Red Bull) berteriak lewat radio komunikasi ke pit, "Sudah ditebus." Atau redemption.  Sah sudah ia meraih podium teratas.

Kejadian ini tergolong dramatis, bila ditilik dari kondisi teknis di mana Ricciardo bertahan hanya menggunakan enam gigi dari transmisi delapan percepatan yang ada.  Masalah MGU-K membuat tenaga dapur pacunya menyusut. 

Sehingga ia pun melaju sekitar 12 mil per jam lebih lambat dari juara kedua GP Monaco, Sebastian Vettel (Ferrari) saat berada di area speedtraps.

Tiga lap sebelum balap berakhir, penasehat teknis Red Bull sudah memberikan saran tetapi ditolaknya baik-baik. Yakin jet daratnya masih bisa "menggigit" sampai finish.  

Baca Juga: Mendes Optimis Bisa Entaskan 5.000 Desa Tertinggal

Bisa jadi, putusan bertahan melaju ini berpulang dari pengalamannya dua tahun silam, di sirkuit yang sama. Sudah ancang-ancang naik podium seperti kemarin (27/05/2018), tetapi gagal gara-gara pit-stop.

Itulah alasannya mengapa lelaki berkebangsaan Australia ini menyebutkan kata "sudah ditebus". Artinya, niatan dua tahun lalu buat menaklukkan Circuit de Monaco berhasil sudah. Sukses direalisasikan, meski diadang kendala teknis.

Toh, berbicara soal pemakaian gigi atau gir terbatas bukan hanya terjadi pada Ricciardo yang punya kebiasaan menenggak sampanye pakai sepatu bekas pakai balapan.

Ada dua nama driver F1 legendaris yang mengalami kejadian kurang-lebih serupa dengan pengalaman Ricciardo.

Saat memenangkan GP Brasil 1991, Ayrton Senna bertahan dengan gigi keenam saja.

Baca Juga: Hadapi Persaingan Usaha, UPI Y.A.I Adakan Seminar Pemasaran

Legenda balap Formula 1 (F1), Ayrton Senna dan Alain Prost. [AFP]

Foto: Legenda balap Ayrton Senna (kiri) dan Alain Prost (kanan) [AFP]

Bayangkan, turun balap di rumah sendiri (Senna adalah putra kebanggaan Negeri Samba,  kelahiran 1 Mei 1960), beban moralnya lebih besar dibandingkan driver lain. Apalagi, saat itu ia sudah mengantongi gelar juara dunia dua kali, tetapi belum pernah menang di depan warganya di Sao Paulo, ibukota Brasil. 

Menjelang enam lap terakhir di GP Brasil 1991, jet darat McLaren-Honda tunggangannya mengalami kendala teknis di sektor transmisi.

Toh Senna mampu melejit 2,991 detik di depan Riccardo Patrese dari tim Williams dan meraih podiumnya yang pertama di Brasil. Tahun itu pula ia menjadi juara dunia ketiga kalinya.

Sementara Michael Schumacher, seperti dikutip dari Autosport, menyebutkan bahwa kemenangan Ricciardo membuat Christian Horner, bos Red Bull bersuara dari radio komunikasi.

Legenda balap F1 dan juara dunia tujuh kali asal Jerman, Michael Schumacher [AFP/Josep Lago]

Foto: Legenda balap F1 dan juara dunia tujuh kali asal Jerman, Michael Schumacher [AFP/Josep Lago]

Bahwa ia merasa kemenangan drivernya itu mengingatkan pada keberhasilan Michael Schumacher saat merebut tempat kedua di GP Spanyol 1994.

Saat itu, sang juara dunia F1 tujuh kali bertahan mencapai finish dengan gigi kelima.

"Langsung muncul di kepala, dengan apa yang pernah dilakukan Schumacher," ujar Horner. "Ini adalah tebusan untuk Monaco di tahun 2016."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI