Gagal di Piala Thomas, Fisik Jadi Kendala Tim Indonesia?

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Minggu, 27 Mei 2018 | 05:05 WIB
Gagal di Piala Thomas, Fisik Jadi Kendala Tim Indonesia?
Skuat Tim Thomas Indonesia yang akan berlaga di Piala Thomas 2018 di Bangkok, Thailand, 20-27 Mei mendatang. [Dok. PBSI]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ahli nutrisi olahraga (sport nutritionist) Emilia Achmadi sepakat pada penilaian fisik para atlet menjadi kendala bagi tim Indonesia di Piala Thomas 2018.

Sebagaimana diketahui, Hendra Setiawan dan kawan-kawan gagal melangkah ke partai final setelah dikalahkan Cina, 1-3, di semifinal, Jumat (25/5/2018) kemarin.

"Kalau dilihat secara teknis dalam pertandingan kemarin, seharusnya pemain Indonesia yang sudah luar biasa, bisa menang atas Cina. Namun, tampak pemain kita tidak bisa bertahan lama di lapangan dan jika terjadi rubber game, seperti sudah kartu mati bagi kita," kata Emilia, dilansir Antara, Sabtu (26/5/2018) malam.

Baca Juga: Indonesia Semifinalis Piala Thomas, Ahsan: Kami Sudah Berusaha

Menurut ahli nutrisi yang menangani atlet-atlet profesional Indonesia secara pribadi, seperti Christopher Rungkat (tenis) dan Siman Sudartawa (renang) ini, persoalan fisik tersebut akan jadi masalah.

Karena, lanjutnya, jika hanya mengandalkan teknik tanpa stamina dan ketahanan yang baik, tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal.

"Itu memang faktor pendukung, tapi faktor pendukung yang sangat penting. Karena jika tidak ada stamina dan endurance, akhirnya akurasi, fleksibilitas dan refleks juga berkurang," ujarnya.

Memang saat ini Indonesia telah menerapkan sport science. Terlebih tim Indonesia secara usia diisi skuat muda yang bisa dikatakan memiliki stamina lebih prima, meski di dalam tim ada nama pemain senior Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan.

Pasangan ganda putra, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, gagal sumbang poin untuk Indonesia dalam semifinal Piala Thomas melawan wakil Cina, Li Junhui/Liu Yuchen, Jumat (25/5/2018). [Humas PBSI]

Namun, menurut Emilia, penerapan sport science tersebut masih belum maksimal.

"Walau katanya sudah dilakukan, tapi saya lihat itu dilakukan dengan tidak sesuai kebutuhannya dan tidak mengikuti prosesnya secara maksimal. Jadi segalanya terkesan harus cepat dan serba instan," kata Emilia.

Perubahan yang harus dilakukan pun, kata Emilia, cukup banyak mata rantainya mulai dari penanganan pemain junior yang dipersiapkan dengan maksimal dan sistematis, faktor pelatih hingga penerapan gizi atlet secara serius.

Baca Juga: Evaluasi Hasil Piala Thomas, Ini PR yang Dibawa Tim Indonesia

"Persiapan atlet regenerasi tentu dengan sport science yang serius. Lalu, pemilihan pelatih bersertifikasi dan mau terus mengembangkan diri. Dan tak kalah penting, penerapan gizi yang saat ini masih dianggap enteng oleh semua cabang olahraga, harus diubah dengan menerapkan nutrisi atlet spesifik dengan cabang olahraganya serta periodisasi latihannya," ujarnya.

"Jika tetap melakukan hal yang sama, tapi mengharapkan hasil yang berbeda, itu adalah sesuatu hal yang gila," Emilia menambahkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI