Suara.com - Stefer Rahardian adalah bintang bela diri campuran (mixed martial arts/MMA) kelas terbang asal Indonesia yang kini tengah bersinar. Tak terkalahkan dengan rekor profesional hebat 7-0, Rahardian diyakini berpotensi menjadi atlet bela diri terbaik yang pernah ada dari Indonesia.
Tapi siapa sangka, tidak mudah bagi Rahardian untuk bisa sampai pada posisinya sekarang, di mana ia siap menembus lapisan atas dunia di divisi kelas terbang ONE Championship yang antara lain ditempati Geje "Gravity" Eustaquio, Danny Kingad, Kairat "The Kazakh" Akhmetov, Reece "Lightning" McLaren, hingga ONE Flyweight World Champion Adriano "Mikinho" Moraes. Tidak saja butuh kerja keras dan keuletan, Rahardian bahkan sempat melalui berbagai rintangan dan masalah dalam hidup yang sempat membuatnya terpuruk.
Menjalani kehidupan di gang-gang sempit di lingkungan Jakarta Pusat, di mana ia tinggal sejak berusia lima tahun, Rahardian kecil saat itu kerap dipanggil "Eppen" oleh anak-anak seusianya. Itu adalah kata singkat dari nama depannya.
"Itu merupakan lingkungan yang cukup keras saat saya beranjak dewasa," cerita Rahardian, sebagaimana dikutip dalam rilis ONE Championship baru-baru ini. "Para lelaki kerap mabuk di depan pintu rumah Anda. Juga ada obat-obatan dan geng. Saat ini (sudah) berdiri rumah-rumah bagus di sini, dan lebih aman," sambungnya.
Berbagai kesulitan seakan sudah harus menjadi bagian dari kehidupan Rahardian saat itu. Pertama, kedua orangtuanya harus berpisah 20 tahun yang lalu. Kemudian kematian kakaknya mengikuti setelahnya. Hal itu pun masih belum cukup traumatis bagi Rahardian, karena setiap harinya ia juga harus mengalami intimidasi dari kelompok anak-anak nakal, bahkan teman sekolahnya sendiri.
Namun meski berbadan kecil, Rahardian akhirnya tak tahan juga hingga kemudian memutuskan untuk membela diri. Menantang berkelahi adalah solusinya saat itu, di mana meski melelahkan dan kemudian dipisahkan oleh guru, ternyata berhasil membuat aksi intimidasi terhadapnya berakhir dan anak-anak "preman" itu tak pernah mengganggunya lagi.
Tapi, bukan perkelahian di sekolah itu yang mengilhami Rahardian untuk kemudian memilih menekuni bela diri. Adalah ketika seorang sahabat mengundangnya ke kelas Brazilian Jiu-Jitsu pada tahun 2008, ia lantas seakan tersengat oleh "racun" bela diri.
Bela diri pun kemudian ia tekuni dengan penuh semangat. Bahkan meski harus bekerja delapan jam sebagai office boy, lalu menembus jam sibuk di Jakarta hanya untuk berlatih selama dua jam setiap hari, menghabiskan sebagian besar gaji untuk membayar pelatih, ia tak peduli dan tetap tekun.
"Di turnamen pertama saya, saya mengalami kekalahan. Yang kedua, juga kalah. Namun saya tak mau menyerah. Saya pikir hanya perlu menang sekali. Saya hanya ingin mengetahui bahwa saya tidak membuang waktu saya," ujarnya.
"Di turnamen keempat, saya berada di posisi kedua. Itulah saatnya saya mulai ketagihan memenangkan medali," tambahnya.
Namun, tak lama kemudian, bencana harus dialaminya saat latihan di tahun 2011. Saat itu, partner latihan Rahardian membuatnya terjatuh hingga merobek ACL di lutut kanannya. Mimpinya, begitu juga pekerjaan sehari-harinya, lantas harus bergantung pada tabungannya, karena biaya operasi mencapai lebih dari US$3.700 (sekitar Rp34 juta kurs saat itu).
"Saya perlu menyembuhkannya, namun tak memiliki uang," kenangnya muram.
Menemukan Kesempatan Kedua
Beruntung, gym tempat Rahardian berlatih mau meminjamkannya uang yang dapat dikembalikan melalui penghasilannya saat kembali bekerja. Rahardian pun lantas melakukan operasi di Surabaya, jauh dari rumahnya di Jakarta, demi memangkas biaya.
Sayangnya, seakan sudah menjadi takdir, operasi itu ternyata gagal. Setahun dalam masa pemulihan, sekrup yang digunakan dalam prosedur operasi ternyata terlepas, dan seakan melayang di dalam lututnya.
Kesialan ini lantas memaksa Rahardian lebih banyak lagi meminjam uang, demi membayar dokter lain dan melakukan operasi lagi pada lututnya yang cedera. Yang lebih buruk dari situasi itu adalah banyaknya orang yang kehilangan kepercayaan padanya, meragukan bahwa dia dapat kembali ke jalur yang benar dalam karir bela dirinya.
"Tak ada yang mau berlatih dengan saya," tutur Rahardian. "Mereka semua berpikir saya sudah berakhir," ujarnya.
Hingga kemudian, keberuntungan datang menyapa Rahardian saat berjumpa Andrew Leone di tahun 2013. Petarung ONE Bantamweight World Championship masa depan itu pun menunjukkan kemampuan Muay Thai dan Jiu-Jitsu-nya di Jakarta Muay Thai MMA.
Rahardian sepertinya kemudian sangat cocok bekerja dengan orang Amerika itu. Dan sejak saat itu, keduanya pun berlatih bersama.
"Saya tak ingin mengecewakan Andrew (Leone), sehingga saya memberikan 100 persen komitmen. Saya kira ia mempercayai saya," ungkap Rahardian.
Berkat kepercayaan yang tinggi di antara keduanya, Rahardian pun lantas mengikuti jejak temannya itu untuk masuk ke ring yang sama, hingga mendapatkan kesuksesan yang juga sama. Melakukan debut profesionalnya di tahun 2015, Rahardian sukses mendapatkan kemenangan cepat, hingga kemudian melompat ke ONE Championship yang telah ditunggu-tunggunya.
Lalu di bulan Agustus 2016, segera setelah bergabung, Rahardian pun mengalahkan sepasang lawannya dengan jurus rear-naked choke hanya dalam dua menit untuk memenangi ONE Flyweight Indonesian Tournament Championship. Dia lantas meneruskan kemenangannya di tahun-tahun selanjutnya, sebelum terakhir merebut kemenangan terbaiknya pada September 2017 lalu di partai pendukung pemuncak dalam ONE: Total Victory, mengalahkan petarung Kamboja, Sim Bunsrun.
Baca Juga: ONE Championship Hadirkan Tarung Juara Perdana Atlet Perempuan
Sekarang, saat ia berjalan melintasi gang-gang sempit di lingkungan Jakarta Pusat, Rahardian selalu mengingat banyak hal yang telah hadir di dalam kehidupannya.
"Saya rasa ini adalah kunci utama yang membuka pikiran saya untuk berpikir 'out of the box' dan menjadi diri saya saat ini sekarang," tuturnya.
Kini, Rahardian pun telah siap untuk pertarungan selanjutnya melawan petarung Pakistan, Muhammad "The Spider" Imran, dalam laga pendukung ONE: Kings of Courage yang akan berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), pada 20 Januari 2018 mendatang. Dan meski tak ingin mendahului apa yang masih menghadang di depannya, Rahardian punya keyakinan bahwa suatu saat sabuk gelar juara ONE Flyweight World Championship akan terlingkar di pinggangnya.
"Saya tak ingin terburu-buru. Akan selalu ada momen yang tepat. Setiap pertarungan adalah sebuah pembelajaran. Kami sebagai atlet bela diri mendapatkan ilmu yang berharga setiap saat kami berlatih dan melangkah ke dalam pertarungan," terangnya.
"Saya adalah atlet bela diri yang selalu berharap dapat memberikan Anda hiburan terbaik dan pertunjukan terbaik yang pernah ditonton di atas ring. Saya hanya ingin menikmati setiap momen yang ada, dan sabuk itu akan menjadi milik saya suatu saat nanti," tandasnya.