Namun, ia juga mengingatkan agar tidak terjebak dalam tindakan berlebihan.
“Jika salawat disertai tindakan fujur atau melanggar syariat, seperti ikhtilath (campur baur tanpa batas) atau joget-joget yang tidak pantas, itu tidak boleh. Niat memuji Rasulullah harus selaras dengan aura Al-Quran dan Sunnah,” jelasnya.
Ia mencontohkan konsep sadd adz-dzari’ah (menutup celah keburukan), yang dapat digunakan untuk melarang joget-joget jika berpotensi menimbulkan pelanggaran syariat.
“Hukum asal salawat adalah boleh, tapi bisa menjadi tidak boleh jika disertai unsur tercela,” tambahnya.
Kontroversi salawat sambil joget-joget itu mencerminkan dinamika umat Islam dalam menyikapi inovasi keagamaan.
![Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Wawan Gunawan. [Muhammadiyah.or.id]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/18/61096-anggota-majelis-tarjih-dan-tajdid-pp-muhammadiyah-wawan-gunawan.jpg)
Sementara di satu sisi, kreativitas dalam dakwah diperlukan untuk menjangkau generasi baru. Sedangkan pada sisi lainnya, batas-batas syariat harus dijaga agar ibadah tetap suci.
Wawan mengingatkan, masyarakat harus menempatkan persoalan itu dengan seksama. Sebab hakikatnya salawat tetap menjadi jalan cinta kepada Rasulullah, bukan jalan yang menjauhkan umatnya dari ajaran Islam.
Sebelumnya, terkait hal tersebut, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan pernah meresponsnya. Ia mengemukakan bahwa salawat merupakan bentuk doa dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga harus dilakukan dengan adab yang baik.
Lantaran itu, ia menilai bahwa berjoget saat bersalawat kurang etis, bahkan bisa menghilangkan makna penghormatan di dalamnya.
Baca Juga: Cara Mengamalkan Sholawat Munjiyat Lengkap dengan Teks Salawat
Ia kemudian mengingatkan kepada semua pihak untuk bersalawat dengan cara baik dan benar agar terhindar dari perilaku yang kontraproduktif.