Artinya: "Pendapat yang lebih benar adalah bahwa ayat ini bukanlah janji dari Allah Ta’ala untuk menjadikan orang yang menikah menjadi kaya. Namun, maknanya adalah: Janganlah kalian melihat kemiskinan seseorang yang melamar kepada kalian atau kemiskinan seseorang yang ingin kalian nikahkan. Sebab, dalam karunia Allah terdapat kecukupan bagi mereka. Harta itu datang dan pergi, dan kemiskinan bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk berkeinginan menikah. Ini adalah makna yang benar, dan tidak berarti bahwa ayat ini mengandung janji pasti tentang kekayaan sehingga mustahil terjadi sebaliknya." (Imam Fakhruddin Ar Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1420 H] Jilid XXIII, hlm. 371).
Kemudian, jika ada yang bertanya, kata Imam Fakhruddin Ar-Razi, “Mengapa kita melihat ada orang yang kaya lalu menikah, tetapi kemudian menjadi miskin?”
Jawabannya adalah sebagai berikut, sejatinya janji ini bergantung pada kehendak Allah, sebagaimana firman-Nya:
وَاِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖٓ اِنْ شَاۤءَۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٢
Artinya, "Jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (QS At-Taubah: 28)
Ayat yang bersifat mutlak harus dipahami dalam konteks ayat yang bersifat terbatas atau bersyarat. Ayat ini mengajarkan bahwa Allah berkuasa penuh dalam menentukan rezeki setiap hamba.
Menikah tidak selalu menjamin kelapangan rezeki, karena semuanya bergantung pada ketetapan Allah.
Ada kalanya, seseorang justru diuji dengan keterbatasan harta setelah menikah, sebagai bagian dari hikmah yang lebih besar, seperti melatih kesabaran dan menguatkan iman.
Lebih lanjut, kekayaan dalam ayat ini tidak hanya berarti harta, tetapi juga mencakup kehormatan dan kesucian diri.
Dengan menikah, seseorang bisa mendapatkan kekayaan batin, seperti terhindar dari perbuatan yang dilarang, misalnya zina.
Jadi, meskipun secara materi seseorang mengalami kesulitan setelah menikah, ia tetap mendapatkan keberkahan lain, seperti ketenangan jiwa dan penjagaan terhadap nilai-nilai moral. Karena itu, kita harus memahami rezeki sebagai bagian dari kebijaksanaan Allah yang lebih luas.