Mungkin karena suasana yang begitu menggugah, atau mungkin karena ia merasa tak ingin menjadi satu-satunya yang diam di tempat itu.
Satu kalimat shalawat ia lantunkan dengan suara yang tak kalah lantang.
Hari-hari berlalu, dan kebiasaannya tak berubah. Ia masih tenggelam dalam dunianya yang penuh mabuk-mabukan.
Hingga akhirnya, ajal menjemputnya dalam keadaan yang tidak banyak orang sangka.
Warga kampung yang mengetahui kebiasaannya tak banyak yang merasa kehilangan.
Mereka menganggapnya sebagai lelaki yang tak membawa manfaat semasa hidupnya.
Namun, suatu malam, ulama sufi yang dulu sering menasihatinya mendapatkan mimpi yang mengubah pandangannya.
Dalam mimpinya, ia melihat lelaki pemabuk itu berada di surga, mengenakan pakaian yang indah dan bersinar.
Terkejut, sang ulama bertanya, "Bagaimana mungkin engkau berada di sini? Apa amalan yang membuatmu mendapatkan derajat setinggi ini?"
Baca Juga: Iftar Mewah di Menteng: Cicipi Warisan Kuliner Nusantara di Hotel Bintang 5 Ini
Dengan senyum tenang, lelaki itu menjawab, "Suatu hari aku menghadiri majelis dzikir, dan aku mendengar penceramah berkata, 'Barangsiapa bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dengan suara yang tinggi, maka wajib baginya masuk surga.' Aku pun mengikuti jamaah yang melantunkan shalawat dengan suara lantang. Karena jamaah itu diampuni dosa-dosanya, aku yang berada di antara mereka pun turut mendapat ampunan. Itulah sebabnya Allah menempatkanku di tempat ini."