Suara.com - Hari ke-210 dalam kalender Jawa Bali adalah hari Sabtu Umanis Wuku Watugunung. Ini merupakan hari terakhir dari lingkaran kalender sasih wuku yang disebut juga hari suci Saraswati.
Saraswati (dalam bahasa Sanskerta bermakna "sesuatu yang mengalir", seperti percakapan, sesuluh/petunjuk hidup). Kata Saraswati secara etimologi berasal dari kata 'saras' dan 'wati'. Kata "saras" yang juga berasal dari urat kata sansekerta "srs" memiliki arti “mata air”, terus-menerus atau sesuatu yang terus-menerus mengalir. Sedangkan kata "wati" berarti yang memiliki.
Maka Saraswati adalah sesuatu yang memiliki atau mempunyai sifat mengalirkan secara terus-menerus, bagaikan air kehidupan dan ilmu pengetahuan.
Bagi umat Hindu, ini merupakan perayaan penting. Hari ini diperingati sebagai momen untuk memberikan penghormatan istimewa kepada Dewi Saraswati.
Umat Hindu yakin bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang bermanifestasi sebagai dewinya ilmu pengetahuan saat itu bermurah hati untuk memberikan anugerah berupa pengetahuan-pengetahuan suci yang dapat digunakan untuk mempermudah menjalankan kehidupan.
Anugerah itu diberikan kepada mereka yang melakukan brata dan pemujaan khusus ke hadapan Dewi Saraswati.
Dewi Saraswati disimbolkan duduk di atas teratai dengan berwahanakan se-ekor angsa (Hamsa) atau seekor merak, berlengan empat dengan membawa sitar/veena dan ganatri di kedua tangan kanan, tangan kiri membawa pustaka/kitab dan tangan kiri satunya ikut memainkan gitar membawa sitar/veena dan ganatri di kedua tangan kanan, tangan kiri membawa pustaka/kitab dan tangan kiri satunya ikut memainkan veena atau bermudra memberkahi.
Makna dan simbol-simbol dari Dewi Saraswati sebagaimana dilansir dari laman Disbud Buleleng :
1. Berkulit putih : Bermakna sebagai dasar ilmu pengetahuan (vidya) yang putih, bersih dan suci.
Baca Juga: Waketum Gerindra Heran PDIP Tolak PPN 12 Persen: Hebat Kali Kawan Ini Bikin Konten
2. Kitab atau pustaka di tangan kiri : Semua bentuk ilmu dan sains yang bersifat se-kular. Tetapi walaupun vidya (ilmu pengetahuan spiritual) dapat mengarahkan kita ke moksha, namun avidya (ilmu pengetahuan sekular jangan diabaikan dulu). Seperti yang dijelaskan Isavasya-Upanishad: “Kita melampaui kelaparan dan da-haga melalui avidya, kemudian baru melalui vidya meniti dan mencapai moksha.”