Suara.com - Direktorat Urusan Agama Islam dan Bina Syariah (Urais-Binsyar) pada Ditjen Bimas Islam menggelar pertemuan dengan dua organisasi Islam besar di Indonesia, Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) dan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Pertemuan yang berlangsung secara terpisah ini bertujuan untuk merespons sejumlah isu strategis serta memperkuat sinergi dalam program keagamaan.
Pertemuan pertama berlangsung pada 15 Januari 2025, saat Dit Urais-Binsyar berkunjung ke kantor Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Sepekan kemudian, kunjungan serupa dilakukan ke kantor LF PBNU.
"Kami ingin memperkuat kolaborasi dengan ormas Islam agar dapat merespons isu-isu keagamaan secara efektif, terutama terkait penetapan awal bulan hijriah yang menjadi perhatian besar umat," ujar Direktur Urais-Binsyar, Arsad Hidayat, dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Baca Juga: Kemenag Tegaskan Pendaftaran Petugas Haji 2025 di Facebook Hoaks, Cek Faktanya di Sini
Dalam pertemuan ini, Arsad didampingi sejumlah pejabat Ditjen Bimas Islam, antara lain Kasubdit Hisab-Rukyat Ismail Fahmi, Kasubdit Kemasjidan Akmal Salim Ruhana, Kasubdit Bina Paham Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik Keagamaan Dedi Slamet Riyadi, serta Kasubdit Kepustakaan Islam Nur Rahmawati.
Dalam pertemuan tersebut, Dit Urais-Binsyar memaparkan empat program utama yang akan dikembangkan bersama ormas Islam, yakni: pertama, penguatan peran masjid dalam isu sosial dan lingkungan; melalui kelanjutan Deklarasi Istiqlal, masjid diharapkan dapat menjadi pusat kepedulian sosial dan lingkungan. Program ini bertujuan mendorong kegiatan dakwah dan edukasi yang berwawasan lingkungan.
Kedua, moderasi beragama untuk harmoni sosial; penanganan paham keagamaan menjadi prioritas, dengan memperkuat moderasi beragama guna menjaga harmoni di tengah dinamika sosial yang terus berkembang.
Ketiga, penetapan awal bulan hijriah dengan Kriteria MABIMS; Ditjen Bimas Islam bersama ormas Islam berdiskusi mengenai penetapan awal bulan hijriah berdasarkan kriteria Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Kesepahaman ini sangat penting, terutama untuk penentuan awal Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha.
Keempat, pengembangan literasi keislaman digital melalui platform digital ELIPSKI; masyarakat dapat mengakses berbagai referensi keagamaan, termasuk naskah khotbah dan buku digital, guna meningkatkan pemahaman keislaman.
Baca Juga: Link Pengumuman Hasil Seleksi CPNS Kemenag 2024, Ini Aturan Sanggah Jika Tidak Lolos
"Kami berharap seluruh program ini dapat berjalan dengan sinergi yang kuat antara pemerintah dan ormas Islam," ujar Arsad.
Respon Muhammadiyah dan NU
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, Hamim Ilyas, menyambut baik kerja sama yang terjalin dengan Ditjen Bimas Islam.
Ia menyoroti pentingnya sinergi dalam memperkuat pemahaman keagamaan serta pengembangan masjid Muhammadiyah sebagai pusat dakwah dan pemberdayaan umat.
"Kami memiliki lebih dari 12.000 masjid aktif, namun masih banyak yang membutuhkan perhatian dalam hal infrastruktur dan program pemberdayaan," ungkap Hamim.
Selain itu, ia juga berharap kerja sama ini dapat diperluas, tidak hanya dalam hal hisab dan rukyat, tetapi juga dalam peningkatan pemahaman keagamaan untuk mengatasi berbagai permasalahan masyarakat.
Sementara itu, Ketua LF PBNU, Sirril Wafa, menekankan pentingnya pemahaman metode hisab dan rukyat dalam penetapan awal bulan hijriah.
"NU tidak hanya menggunakan rukyat, tetapi juga hisab dengan tingkat akurasi tinggi sebagai bagian dari metode penetapan awal bulan hijriah," tegasnya.
Sirril menjelaskan bahwa PBNU telah mengadopsi metode Qath’iyu al-Ruqyah, yang memungkinkan penetapan awal bulan hijriah jika elongasi hilal mencapai 9,9 derajat. Metode ini menggantikan pendekatan rukyat murni yang sebelumnya digunakan.