Teori Einstein Disebut Tak Bisa Menjelaskan Isra Miraj, Time Travel Tidak Ada?

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Selasa, 14 Januari 2025 | 16:55 WIB
Teori Einstein Disebut Tak Bisa Menjelaskan Isra Miraj, Time Travel Tidak Ada?
Isra Miraj, Time Travel, dan Teori Relativitas Albert Einstein. (Unsplash)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembahasan tentang Isra Miraj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sering dikaitkan dengan perjalanan lintas waktu alias time travel. Tidak sedikit ilmuwan dan ulama yang mengaitkan Isra Miraj, namun ada juga pendapat yang mengatakan sebaliknya.

Isra Mi’raj merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat, yaitu sehari semalam. Secara logika, perjalanan ini kerap dianggap sulit dipahami, karena melibatkan perjalanan luar biasa Rasulullah Saw dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Isra’), dan dari bumi menuju langit tertinggi, Sidratul Muntaha (Mi’raj). Namun, bagi umat Islam, peristiwa ini menjadi bukti keimanan yang mendalam.

Melansir laman Muhammadiyah, Agus Purwanto, pakar Fisika Teori Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, beberapa ilmuwan mencoba mengaitkan Isra’ Mi’raj dengan teori Relativitas Albert Einstein. Mereka berpendapat bahwa perjalanan tersebut melibatkan konsep dilatasi waktu, dengan Buraq yang dikendarai Nabi Muhammad bergerak pada kecepatan cahaya, yaitu sekitar 300.000 km/detik.

Namun, Agus menjelaskan bahwa pendekatan ini masih memiliki keterbatasan. Jika perjalanan Nabi dengan kecepatan cahaya dihitung secara matematis, jarak yang dapat ditempuh dalam waktu delapan jam hanya mencapai planet Neptunus, planet terluar di tata surya. Bahkan, untuk mencapai bintang terdekat, Alpha Centauri, diperlukan waktu sekitar 4,4 tahun dengan kecepatan cahaya. Selain itu, secara ilmiah, tidak ada materi bermassa yang dapat bergerak secepat cahaya tanpa mengalami kehancuran.

Baca Juga: 5 Fakta Menakjubkan tentang Sidratul Muntaha, Bagian dari Perjalanan Isra Miraj

“Karena ini bicara sains, akan terjadi pembengkakan massa yang besar sekali, dengan kata lain kalau Nabi Saw secepat kecepatan cahaya tubuhnya akan meledak. Karenanya hentikan penjelasan peristiwa Isra’ Mi’raj ini dengan pendekatan Relativitas Khusus Einstein,” ujar Agus, dikutip Selasa (14/1/2024).

Agus menyarankan agar penjelasan tentang Isra’ Mi’raj tidak lagi menggunakan teori Relativitas Khusus Einstein, karena hal ini tidak sesuai dengan sifat peristiwa tersebut. Dalam kajian yang diadakan oleh Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Agus menegaskan bahwa peristiwa Mi’raj berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan modern, karena melibatkan alam immaterial yang tidak terikat oleh ruang dan waktu.

Dalam QS. Al-Isra ayat 1 dan QS. An-Najm ayat 13-18, terdapat tiga kata kunci penting, yaitu asra’, ‘abdi, dan layl.

  • Asra’ berarti memperjalankan atau memindahkan materi dari satu tempat ke tempat lain, yang berkaitan dengan ruang.
  • ‘Abdi merujuk pada hamba pilihan Allah, yakni Rasulullah Saw, yang mencakup jiwa, raga, jasmani, dan ruhani.
  • Layl menunjukkan waktu, yang merupakan bagian integral dari perjalanan ini.

Agus juga menjelaskan bahwa teori Relativitas Umum Einstein lebih relevan untuk memahami struktur alam semesta. Dalam teori ini, ruang dan waktu bersifat dinamis dan fleksibel. Alam semesta sendiri terus berkembang, sebagaimana diungkapkan oleh Edwin Hubble. Di masa lalu, alam semesta sangat kecil, padat, dan panas, namun kini semakin mengembang seperti balon yang terus membesar.

Perjalanan Mi’raj menembus lapisan langit yang ghaib ini melibatkan dimensi yang lebih tinggi, di luar jangkauan ilmu pengetahuan manusia. Dimensi ini tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu alam semesta, melainkan berada di ‘ruang ekstra’ atau alam immaterial. Oleh karena itu, peristiwa Isra’ Mi’raj tidak dapat dijelaskan sepenuhnya dengan teori-teori ilmiah yang ada saat ini, melainkan merupakan mukjizat yang menunjukkan kebesaran Allah SWT.

Baca Juga: Cuti Bersama Isra Miraj 2025 Ada Atau Tidak? Ini Jawabannya

Teori Pendukung Isra Miraj dan Time Travel

Mengutip laman Tebu Ireng Online, Minggu (12/1/2025), Isra Mi’raj merupakan perjalanan malam hari yang ditempuh oleh Nabi Muhammad SAW, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Isra) lalu dilanjutkan perjalanan naik ke Sidratul Muntaha di langit ketujuh (Mi’raj). Karena peristiwa ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat, manusia yang hidup di zaman itu menganggapnya mustahil. Meski demikian, apabila dilihat dari sudut pandang ilmiah, Isra Mi’raj menunjukkan adanya fenomena di luar batas hukum fisika yang dapat kita pahami.

Ketika Rasulullah Saw menyampaikan pengalaman Isra’ Mi’raj kepada penduduk Mekah, sebagian dari mereka mengolok-olok cerita tersebut, bahkan ada yang meninggalkan Islam. Namun, Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan tegas mempercayai peristiwa ini, sehingga ia mendapat gelar “Ash-Shiddiq”, yang berarti orang yang selalu membenarkan.

Dalam perkembangan ilmu fisika modern, teori relativitas Einstein menunjukkan kemungkinan “melampaui” waktu seperti yang mungkin kita alami. Berdasarkan runtutan teori ini, waktu bisa melambat atau bahkan berhenti untuk seseorang yang bergerak menggunakan kecepatan mendekati cahaya.

Teori ini dinilai relevan dengan perjalanan Nabi Muhammad SAW yang tidak terikat oleh waktu di bumi. Studi dari ResearchGate berjudul “Study of Relativity Theory of Einstein: The Story of Ashabul Kahf and Isra’ Mi’raj” mengatakan bahwa perjalanan yang ditempuh Nabi Muhammad SAW itu bisa dianalisis sebagai fenomena relativitas waktu, yang kemudian didukung dengan adanya dimensi ruang-waktu yang berbeda.

Di dalam konteks time travel, perjalanan Isra Mi'raj dapat diamati sebagai sebuah fenomena yang menantang pemahaman akal manusia tentang ruang dan waktu. Apabila kita menerapkan teori relativitas dalam kisah ini, maka konsep dilatasi waktu mungkin bisa memberikan pemahaman yang jelas.

Adapun yang dimaksud dilatasi waktu mengacu pada perbedaan waktu yang dialami oleh objek yang bergerak pada kecepatan tinggi dibandingkan dengan objek diam. Mungkin saja, secara teoritis, Nabi Muhammad SAW telah mengalami sebuah perjalanan yang menurut sains modern, bisa diinterpretasikan sebagai gerakan melintasi dimensi waktu dengan kecepatan melebihi batas normal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI