Suara.com - Pemanfaatan limbah air wudhu sebagai solusi penghematan air mulai diterapkan di sejumlah masjid dan pesantren. Pertanyaannya, bolehkah limbah air wudhu digunakan kembali untuk bersuci?
Dalam konteks ini, pemahaman fikih dan kesehatan menjadi faktor utama yang perlu diperhatikan. Mengutip ulasan dari situs resmi Muhammadiyah, air sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surah al-Anbiya’ ayat 30, merupakan sumber kehidupan yang vital.
Ayat tersebut menyebutkan, “Dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” Namun, ancaman krisis air global, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, mendorong inovasi baru, salah satunya memanfaatkan limbah air wudhu untuk berbagai keperluan.
Dalam hukum Islam, air yang digunakan untuk bersuci harus memenuhi kriteria al-ma’ al-mutlaq, yaitu air yang suci dan menyucikan.
Sementara itu, air wudhu yang telah digunakan dikategorikan sebagai al-ma’ al-musta’mal. Meski tetap suci, air jenis ini tidak dapat digunakan kembali untuk bersuci. Oleh karena itu, pemanfaatan limbah air wudhu membutuhkan proses yang sesuai agar tetap memenuhi syarat kesehatan dan syariat.
Pendekatan fikih berkemajuan yang dikembangkan Muhammadiyah menawarkan pandangan holistik melalui pendekatan bayani (teks agama), burhani (penelitian ilmiah), dan irfani (kesantunan).
Dalam hal ini, penggunaan limbah air wudhu memerlukan penjaminan kesehatan dan efektivitas penyaringannya.
Limbah air wudhu berpotensi mengandung kontaminasi bakteri atau najis dari alas kaki atau penyakit menular. Oleh karena itu, proses pengolahan limbah ini harus melalui treatment standar kesehatan sebelum digunakan kembali, bahkan untuk keperluan non-ibadah seperti menyiram tanaman atau budidaya ikan.
Selain itu, dalam perspektif syariat, konsultasi dengan pakar lingkungan dan kesehatan sangat dianjurkan, sebagaimana disebutkan dalam Surah al-Nahl [16]: 43, “Bertanyalah kepada ahli jika kalian tidak mengetahui.” Kaidah fikih juga menyebutkan, “Kemudaratan harus dihilangkan,” sehingga jika air hasil pengolahan masih berisiko, penggunaannya harus dihindari.
Sebagai solusi alternatif, limbah air wudhu dapat digunakan untuk kebutuhan yang tidak bersentuhan langsung dengan ibadah mahdhah, seperti menyiram tanaman, budidaya ikan, atau kegiatan serupa.
Inovasi ini lebih relevan terutama di daerah yang tidak mengalami krisis air, sesuai konsep fiqh aulawiyat atau skala prioritas.