Jadi Tradisi Turun Temurun, Apa Hukum Memakai Atribut Natal dalam Islam?

Rifan Aditya Suara.Com
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:47 WIB
Jadi Tradisi Turun Temurun, Apa Hukum Memakai Atribut Natal dalam Islam?
Ilustrasi Hukum Memakai Atribut Natal dalam Islam (Unsplash)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari Natal yang diperingati oleh umat Kristiani setiap tanggal 25 Desember, selalu hadir dengan suasana yang khas. Bahkan sebagian kalangan masyarakat dari pemeluk agama lainnya juga turut menyemarakkan Natal hingga memakai atribut Natal. Lantas seperti apa hukum memakai atribut Natal dalam Islam.

Biasanya, pemakaian atribut Natal bagi pemeluk agama lain biasanya ditujukan sebagai bentuk toleransi antar umat beragama. Hingga tak jarang, beberapa orang juga menghiasi rumahnya dengan perabotan Natal seperti pohon Natal, hiasan Natal dan lain sebagainya.

Sebelumnya, penting untuk dipahami bahwa makna dari toleransi yang sebenarnya adalah sikap saling menghargai, sikap menerima segala kekurangan hingga menerima perbedaan antar individu maupun kelompok dalam hal keyakinan, pendapat serta kepercayaan.

Hukum Memakai Atribut Natal dalam Islam

Melansir dari NU Online, seorang Muslim saat memakai atribut Natal dapat dipastikan bahwa ia menyerupai orang non-Muslim dalam hal berbusana yang menjadi identitas mereka.

Baca Juga: Harapan Paus Fransiskus di Hari Natal: Perang di Gaza dan Ukraina Berakhir

Meskipun pemakaian atribut Natal sebenarnya bertujuan untuk menunjukkan toleransi atau simpati terhadap hari raya mereka, akan tetapi bila diekspresikan dengan cara begitu maka tindakan seperri itu tidak diperbolehkan dalam syara’.

Pasalnya, berbusana dengan cara memakai atribut Natal telah berada di luar ranah toleransi. Sebab tindakan itu menjadi bagian dari larangan tasyabbuh bi al-kuffar (menyerupai non-Muslim) yang diharamkan oleh syara’.

Bahkan pemakaian atribut Natal juga dapat berpotensi menjadi kufur jika seandainya ada niatan condong terhadap agama yang tengah merayakan hari raya-nya dengan penggunaan atribut yang ia pakai. Penjelasan itu, seperti yang dijelaskan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin:

حاصل ما ذكره العلماء في التزيي بزيّ الكفار أنه إمّا أن يتزيّا بزيّهم ميلا إلى دينهم وقاصدا التشبه بهم في شعائر الكفر أو يمشي معهم إلى متعبداتهم فيكفر بذلك فيهما وإمّا أن لا يقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم في شعائر العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم فيأثم. وإما أن يتّفق له من غير قصد فيكره كشدّ الرداء في الصلاة.

“Kesimpulan yang telah dijelaskan oleh para ulama dalam permasalahan berbusana dengan busana orang-orang kafir, bahwa seseorang adakalanya memakai busana mereka karena condong kepada agama mereka dan bertujuan menyerupai mereka dalam syiar kekufurannya atau berangkat bersama mereka pada tempat ibadah mereka maka ia menjadi kafir dengan melakukan hal ini. Adakalanya ia tidak bertujuan seperti itu namun ia bertujuan menyerupai mereka dalam syiar hari raya atau sebagai media agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan mereka, maka ia berdosa dengan melakukan hal demikian. Adakalanya pula ia memakai pakaian yang sama dengan orang non-Muslim tanpa adanya tujuan menyerupai mereka maka hal ini dimakruhkan, seperti mengikat selendang dalam shalat.” (Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawy, Bughyah al-Mustarsyidin, Hal. 529)

Baca Juga: Ucapan Natal Presiden Prabowo: Harapan Damai bagi Bangsa

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seorang muslim tetap wajib untuk menolak memakai atribut Natal. Sebab tindakan itu, sudah bukan dalam ranah toleransi yang selama ini dibenarkan oleh syara’. Wallahu a’lam.

Itulah penjelasan mengenai hukum memakai atribut Natal dalam Islam. Semoga informasi ini bermanfaat dan menambah pemahaman bagi kita.

Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI