Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam, Boleh atau Tidak?

Rifan Aditya Suara.Com
Minggu, 22 Desember 2024 | 06:25 WIB
Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam, Boleh atau Tidak?
Ilustrasi Ibu dan Anak - Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam (Unsplash)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sudah jadi kebiasaan jika setiap tanggal 22 Desember masyarakat akan memperingati Hari Ibu. Bahkan, di media sosial pun ramai dengan konten-konten bertemakan Hari Ibu, baik itu sekadar foto atau video berisi kenangan bersama ibu beserta ucapannya. Lantas bagaimanakah hukum merayakan Hari ibu dalam Islam?

Melansir dari laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), penetapan Hari Ibu terjadi usai berlangsungnya Kongres Perempuan Indonesia III pada 22 Desember 1928 di Bandung.

Kongres ini mempunyai tujuan untuk menyatukan perkumpulan perempuan-perempuan Indonesia dalam satu wadah bernama Perhimpunan Perempuan Indonesia.

Digelarnya kongres tersebut juga jadi bukti keberhasilan perjuangan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Atas keberhasilan Kongres Perempuan I yang telah diakui menjadi tonggak sejarah dari kebangkitan pergerakan perempuan, maka Kongres Perempuan III yang berlangsung pada tanggal 22 Desember 1938 ditetapkan sebagai peringatan Hari Ibu.

Baca Juga: Gratis! 45 Link Download Tamplate Ucapan Selamat Hari Ibu, Lengkap dengan Kata-Kata Indah

Adapun penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu sendiri tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959 mengenai Hari-Hari Nasional Yang Bukan Hari Libur.

Tujuan Peringatan Hari Ibu

Melansir dari situs NU Online, tujuan Peringatan Hari Ibu (PHI) yang dilakukan setiap taggal 22 Desember tak lain yaitu untuk mengingatkan rakyat Indonesia, terutama generasi muda akan makna Hari Ibu.

Peringatan hari ibu menjadi upaya bangsa Indonesia untuk mengenang serta menghargai perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan

Tak hanya itu, PHI juga dilakukan demi mengingat momentum kebangkitan bangsa, penggalangan rasa persatuan serta kesatuan dan juga gerak perjuangan perempuan yang tak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Baca Juga: 7 Ide Kado Unik untuk Merayakan Hari Ibu 22 Desember, Ada Voucher Belanja

Umumnya, peringatan hari ibu diekspresikan dengan mengungkapan rasa terima kasih dan ungkapn cinta kepada sosok ibu atas jasa serta kebaikan yang selama ini telah ia lakukan.

Meski demikian, banyak orang yang masih mempertanyakan perihal bagaimana sebenarnya hukum merayakan hari ibu menurut Islam? Sebab ada sebagian pihak yang mengklaim jika perayaan hari ibu hukumnya haram bahkan dijatuhi bid’ah.

Pandangan Islam tentang Pentingnya Sikap Menghargai Ibu

Masih melansir dari situs NU Online, dalam Islam peran dan kedudukan seorang ibu sangatlah penting. Sebagai seorang anak, sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu berbakti dan menghormati orang tua khususnya ibu.

Bahkan perintah ini sudah banyak dijelaskan dalam ayat Al-Qur'an dan hadist. Beberapa diantaranya juha berbicara tentang kemuliaan kedua orang tua dalam Islam. Beberapa ayat dan hadits itu seperti berikut:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Artinya: “Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS. Al-Isra’: 23).

Seorang mufasir terkemuka, Imam Ibnu Katsir (wafat 774 H) melalui kitabnya mengemukakan makna dari ayat di atas:

يَقُولُ تَعَالَى آمِرًا عِبَادَهُ بِالْإِحْسَانِ إِلَى الْوَالِدَيْنِ بَعْدَ الْحَثِّ عَلَى التَّمَسُّكِ بِتَوْحِيدِهِ، فَإِنَّ الْوَالِدَيْنِ هُمَا سَبَبُ وُجُودِ الْإِنْسَانِ، وَلَهُمَا عَلَيْهِ غَايَةُ الْإِحْسَانِ

Artinya: “Allah swt berfirman memerintahkan hambanya untuk berbuat baik kepada kedua orang tua setelah perintah pengesahan atau penghambaan kepada Allah. Sebab kedua orang tua merupakan perantara seorang anak bisa lahir di dunia ini. Karenanya, kedua orang tua harus dihormati dan berbuat baik padanya.” [Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'anil -Azhim, juz VI, halaman 264).

Tak hanya itu, ada pula hadits Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan tentang kemulian orang tua serta kewajiban untuk menghormati mereka, khususnya ibu. Misalnya seprti hadits dari Al-Hakim:

أعْظَمُ النَّاسِ حَقّاً عَلَى الْمَرْأَةِ زَوْجُهَا وَأَعْظَمُ النَّاسِ حَقّاً عَلَى الرَّجُلِ أُمُّهُ

Artinya: “Orang yang paling agung haknya terhadap seorang perempuan adalah suaminya, sedangkan orang yang paling agung haknya terhadap seorang laki-laki adalah ibunya.” (HR Al-Hakim).

Kemudian, dari uama pakar hadits kenamaan, Syekh Abdurrauf Al-Munawi (wafat 1031 H) juga memaparkan beberapa alasan tentang keutamaan kedudukan ibu dibandingkan ayah. Berikut bunyi hadits tersebut:

(أُمُّهُ) فَحَقُّهَا فِيْ الْآكِدِيَّةِ فَوْقَ حَقَّ الْأَبِّ لِمَا قَاسَتْهُ مِنَ الْمَتَاعِبِ وَالْشَّدَائِدِ فِيْ الْحَمْلِ وَالْوِلاَدَةِ وَالْحَضَانَةِ وَلِأَنَّهَا أَشْفَقُ وَأَرْأَفُ مِنَ الْأَبِّ فَهِيَ بِمَزِيْدِ الْبِرِّ أَحَقُّ

Artinya: “Hak seorang ibu berada di atas hak ayah karena keletihan dan kesulitan yang dia alami dalam proses kehamilan, persalinan, dan mengasuh anak. Selain itu juga karena ibu lebih belas kasih daripada sang ayah, sehingga ia lebih pantas mendapatkan perlakuan yang baik. " [Abdurrauf Al-Munawi, Faidhul Qadir Syarhul Jami' As-Shagir (Mesir: Maktabah At-Tijariyyah Al-Kubra), juz II, halaman 5).

Bahkan, dalam hadits yang paling terkemuk dan sering kita dengar tentang penting seorang ibu, yaitu ketik suatu hari seorang sahabat bertanya tentang posisi ibu kepada Rasulullah SAW;

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ: مَنْ أَبَرُّ؟ " قَالَ: أُمَّكَ، ثُمَّ أُمَّكَ، ثُمَّ أُمَّكَ، ثُمَّ أَبَاكَ، ثُمَّ الْأَقْرَبَ، فَالْأَقْرَبَ

Artinya: “Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang hendaknya aku (dahulukan untuk) berbakti kepadanya?” Lalu Nabi menjawab: “Ibumu.” Aku bertanya lagi: “Kemudian siapa? Nabi menjawab: "Ibumu." Aku bertanya lagi: “Kemudian siapa? Nabi menjawab: “Ibumu.” Aku bertanya lagi: Lalu siapa? Nabi menjawab: “Ayahmu, kemudian kerabat terdekat, lalu yang terdekat setelahnya.” (HR Abu Dawud)

Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam

Dari beberapa firman dan hadits di atas, maka para ulama sepakat bahwa hukum merayakan hari ibu dalam Islam adalah mubah atau diperbolehkan. Asalkan, jaal tersebut dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa terima kasih, bentuk kasih sayang dan berbakti kepada kedua orang tua, khususnya ibu.

Hal ini semakin didukung dengan kompilasi fatwa Mufti Besar Mesir dan Grand Syekh Al-Azhar As-Syarif Syekh Dr. Ali Jum'ah Muhammad menyebut diperbolehkannya memperingati hari ibu dengan kalimat:

السُّؤَالُ مَا حُكْمُ الْاِحْتِفَالِ بِعِيْدِ الْأُمِّ وَهَلْ هُوَ بِدْعَةٌ؟ الْجَوَابُ: ... وَمِنْ مَظَاهِرِ تَكْرِيْمِ الْأُمِّ الْاِحْتِفَالُ بِهَا وَحُسْنُ بِرِّهَا وَالْإِحْسَانُ إِلَيْهَا وَلَيْسَ فِي الشَّرْعِ مَا يَمْنَعُ مِنْ أَنْ تَكُوْنَ هُنَاكَ مُنَاسَبَةٌ لِذَلِكَ يُعَبَّرُ فِيْهَا الْأَبْنَاءُ عَنْ بِرِّهِمْ بِأُمَّهَاتِهِمْ فَإِنَّ هَذَا أَمْرٌ تَنْظِيْمِيٌّ لَا حَرَجَ فِيْهِ

Artinya: “(Pertanyaan) Bagaimana hukum peringatan hari ibu apakah termasuن bid’ah? (Jawaban) ... Termasuk dari wujud nyata memuliakan seorang ibu adalah menggelar suatu peringatan untuknya dan bersikap baik padanya. Dalam syariat tidak ada larangan mengenai tindakan yang selaras dengan praktik tersebut yang dinilai oleh seorang anak sebagai bentuk kepatuhan dengan ibu mereka. Maka hal ini termasuk kegiatan yang tertata dan tidak terdapat dosa di dalamnya.” [Ali Jum’ah, Al-Bayan lima Yusghilul Adzhan, [Kairo, Darul Muqattam], juz I, halaman 250).

Demikian tadi hukum merayakan Hari ibu dalam Islam. Jadi dapat dipahami bahwa peringatan hari ibu tidak dilarang asalkan tujuannya jelas.

Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI