Suara.com - Dalam berbagai pengajian yang disampaikan oleh Gus Baha, ia sering kali menekankan pentingnya memahami Al-Quran dan meneladani Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu yang terbaru, ceramah Gus Baha membahas soal kehidupan dan sosial.
Bagi sebagian besar umat Muslim, terutama anak muda yang tidak belajar di pesantren atau tidak menguasai bahasa Arab, memahami Al-Quran sering kali menjadi tantangan.
Dalam acara Ngaji Bareng bersama Prof. Quraish Shihab & Gus Baha: Memahami Al-Qur'an dengan Meneladan Rasulullah yang diselenggarakan Universitas Islam Indonesia (UII), Gus Baha mendapat pertanyaan tentang bolehkah kita membaca terjemahan Al-Quran jika kita tidak memahami bahasa Arab. Gus Baha pun menjelaskan korelasinya dengan hubungan sosial. Berikut ulasannya.
Penggunaan Bahasa Terjemahan Al-Quran dalam Ranah Sosial
Menurut Gus Baha, meskipun terjemahan tidak bisa sepenuhnya menggantikan makna asli dari bahasa Arab, namun sebagai langkah awal, terjemahan Al-Qur'an tetap dapat membantu umat Islam untuk memahami pesan-pesan dasar yang terkandung dalam kitab suci tersebut.
Namun, Gus Baha mengingatkan bahwa penting bagi umat Islam untuk terus berusaha meningkatkan pemahaman mereka tentang Al-Quran, baik melalui belajar bahasa Arab, tafsir, maupun dengan membaca terjemahan yang benar.
Selain soal pemahaman Al-Quran, Gus Baha juga membahas soal sikap sosial antarmanusia dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengingatkan untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan bahasa dan berbicara dengan orang lain. Dalam konteks sosial, kata-kata yang digunakan bisa sangat berpengaruh terhadap hubungan antar sesama.
Kata-kata yang kita ucapkan bisa menyakiti hati orang lain jika tidak diucapkan dengan penuh pertimbangan. Misalnya, dalam ayat yang berbicara tentang "memukul istri", kata "wadribuhunna" dalam bahasa Arab tidak selalu berarti kekerasan.
Dalam budaya Arab, "memukul" bisa berarti tindakan yang tidak melukai, seperti menggunakan kain atau sesuatu yang lembut.
Baca Juga: Gus Miftah Dulu Mondok di Pesantren Apa? Begini Jejak Pendidikannya sebelum Jadi Pendakwah
Ketika terjemahan dari kata "wadribuhunna" diterjemahkan secara literal ke dalam bahasa Indonesia sebagai "pukul", hal itu bisa menimbulkan kesalahpahaman, apalagi jika istilah tersebut dipahami dengan konotasi negatif yaitu kekerasan.
Ia mengingatkan bahwa kata-kata yang digunakan dalam masyarakat bisa sangat berpengaruh, bahkan dapat menimbulkan salah paham atau perasaan terluka pada orang lain.
Seruan agar Bijak dalam Bermedia Sosial
Dalam pembahasan lainnya, Gus Baha juga mengajak kita untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan berbicara di depan umum. Dalam era digital seperti sekarang ini, kata-kata yang diucapkan atau ditulis bisa tersebar luas dan sangat mudah untuk mempengaruhi orang lain.
Setiap ucapan atau tulisan yang beredar di media sosial haruslah memperhatikan dampaknya terhadap orang lain, terutama dalam hal menjaga perasaan hubungan sosial. Gus Baha juga mengingatkan untuk selalu menghindari perbuatan namimah (mengadu domba) yang bisa merusak hubungan antar sesama.
Hal ini senada dengan cerita dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, yang mengisahkan tentang Nabi Musa yang berdoa agar hujan turun, namun doanya tidak terkabul karena di dalam jamaah doa tersebut ada orang yang melakukan namimah.
Dari kisah ini, Gus Baha menekankan pentingnya menjaga adab dalam berbicara, agar tidak merusak hubungan sosial dengan orang lain. Demikianlah informasi terkait pandangan Gus Baha soal sosial. Semoga bermanfaat.
Kontributor : Dini Sukmaningtyas