Suara.com - Rebo Wekasan secara harfiah diartikan hari rabu terakhir. Dalam tradisi Jawa, rebo wekasan adalah hari rabu terakhir di bulan Safar.
Pada Rebo Wekasan, sejumlah masyarakat Jawa melakukan ritual tertentu dengan tujuan menolak bala atau bencana.
Ini karena masyarakat beranggapan bulan Safar merupakan bulan sial karena dipercayai pada bulan Safar Allah menurunkan banyak malapetaka.
Sejumlah ritual yang dilakukan masyarakat saat Rebo Wekasan shalat tolak bala, berdoa dengan doa-doa khusus, minum air jimat, dan selamatan, sedekah, silaturrahin, dan berbuat baik kepada sesama.
Baca Juga: Asal-Usul dan Sejarah Rebo Wekasan: Tradisi Tolak Bala di Rabu Terakhir Bulan Safar
Ritual Rebo Wekasan yang dilakukan masyarakat Indonesia tidak lepas dari keyakinan mereka yang didasarkan pada pendapat KH. Abdul Hamid Kudus bahwa Allah menurunkan ratusan ribuan jenis musibah dan kesialan pada hari Rabu terakhir bulan Safar.
Dalam kitabnya Kanz an-Naj wa al-Surr fi al-Ad’iyyah alMa’thrah allat Tashra al-udr (Keberuntungan dan kegembiraan yang tersimpan dalam doa-doa yang melapangkan dada), Abdul Hamid Kudus menuturkan bahwa Allah menurunkan 320 ribu bencana pada Rabu terakhir bulan Ṣafar.
Sehingga kata dia, hari Rabu tersebut menjadi hari tersulit dalam setahun, sehingga disarankan untuk melakukan ritual tertentu/amalan dan memperbanyak doa pada hari tersebut.
Doa Rebo Wekasan
Dalam kitab Kanz an-Naj wa, KH Abdul Hamid Kudus menuliskan doa khusus yang dibaca saat Rebo Wekasan.
Baca Juga: Contoh Pidato Maulid Nabi Muhammad SAW Singkat Namun Padat Makna
Lafaz Arab:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى اَلِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْيؤءشس اَللَّهُمَّ إِنّي نَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذَا الشَّهْرِ، وَمِنْ كُلِّ شِدَّةٍ وَبَلَاءٍ وبَلِيَّةٍ قدَّرْتَهَا فِيْهِ يَا دَهْرَ، يَا مَالِكَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، يَا عَالِماً بِمَا كَانَ وَمَا يَكُوْنُ، وَمَنْ إِذَا أَرَادَ شَيْئاً قَالَ لَهُ: (كُنْ فَيَكُوْنُ) يَا أَزَلِي يَا أَبَدِي يَا مُبْدِئ يَا مُعِيْدُ يَاذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، يَاذَا الْعَرْشِ الْمَجِيْدِ أَنْتَ تَفْعَلُ مَا تُرِيْدُ
اَللَّهُمَّ احْرِسْ بِعَيْنِكَ نَفْسِيْ وَأَهْلِيْ وَمالي وولدي وديني ودنياي الَّتِي ابْتَلَيْتَني بِصُحْبَتِهَا بِبَرَكَةِ الْأَبْرَارِ وَالأخْيَارِ بِرَحْمَتِكَ يَاعَزِيْزُ يَاغَفَّارُ، يَاكَرِيْمُ يَاسَتَّارُ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن
اَللَّهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى، وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَنِ، يَا عَزِيْزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ، اِكْفِنِي عنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ، يَا مُحْسِنُ يَا مُجْمِلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُتَكَرِّمُ، يَا مَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ اِرْحَمْنَا اللَّهُمَّ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ أَجْمَعِيْنَ
Lafaz Latin:
Bismillaahir rohmaanir rohiim. Allohumma sholli 'alaa sayyidinaa muhammadin 'abdika wa nabiyyika wa rosuulikan nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihii wa baarik wa sallim.
Allohohumma innii a'uudzubika min syarri haadzasy syahri wa min kulli syiddatin wa balaa-in wa baliyyatin qoddartahaa fiihi yaa dahru yaa maalikad dunyaa wal aakhiroti yaa 'aaliman bimaa kaana wa maa yakuunu wa man arooda syai-an qoola lahuu kun fayakuun. Yaa azaliyyu yaa abadiyyu yaa mubdi-u yaa mu'iidu yaa dzal jalaali wal ikroom, yaa dzal 'arsyil majiid, anta taf'alu maa yuriid.
Allohummahris nafsii wa ahlii wa maali wa waladii wa diinii wa dunyaaya allatii ibtalaitanii bi shuhbatihaa bi hurmatil abroori wal akhyaari birohmatika yaa 'aziizu yaa ghaffaaru yaa kariimu yaa sattaaru birohmatika yaa arhamar roohimiin.
Allohumma yaa syadiidal quwaa wa yaa syadiidal mihaali yaa 'aziizu dzallat li 'izzatika jamii'u kholqika ikfinii 'an jamii'i kholqika yaa muhsinu yaa mujammilu yaa mutafadhdhilu yaa mun'imu yaa mukrimu yaa man laa ilaaha illaa anta birohmatika yaa arhamar roohimiin. Wa shollallaahu 'alaa sayyidinaa muhammadin wa 'alaa aalihii wa shohbihii wa sallim ajma'iin.
Artinya:
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, limpahkanlah ṣalawat, barakah, dan salam atas Sayyidina Muhammad hamba-Mu,nabi dan rasul-Mu, nabi yang Ummy dan keluarganya.
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan bulan ini dan dari setiap kesulitan, cobaan, dan bencana yang Engkau takdirkan di dalamnya, wahai Pencipta kehidupan, wahai Penguasa dunia dan akhirat, wahai Tuhan yang mengetahui semua peristiwa yang sudah terjadi dan yang sedang terjadi dan Tuhan yang apabila Ia menghendaki sesuatu hanya dengan cukup berkata, "Jadilah", maka sesuatu itupun akan terjadi.
Wahai Tuhanku yang Azali, wahai Tuhan yang Abadi, wahai Tuhan yang menciptakan dari permulaan, wahai Tuhan yang mengembalikan (meng-hidupkan)nya kembali.
Wahai Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan, wahai Tuhan pemilik Arsy yang Maha Mulia. Engkau melakukan apa saja yang Engkau kehendaki.
Ya Allah, jagalah dengan pengawasan-Mu, diriku, istriku, hartaku, anakku, agama dan duniaku yang Engkau mengujiku dan menemaninya demi kehormatan orang-orang soleh dan orang-orang baik, dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan yang Maha Perkasa, wahai Tuhan yang Maha Pengampun, wahai Tuhan yang Maha Pemurah, wahai Tuhan yang menutupi kejelekan, dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang.
Ya Allah, wahai Tuhan yang Maha Kuat, wahai Tuhan yang Maha Keras siksa-Nya, wahai Tuhan yang Maha Perkasa, tunduk kepada keperkasaan-Mu semua makhluk-Mu, lindungilah aku dari semua makhluk-Mu.
Wahai Tuhan yang selalu berbuat baik, wahai Tuhan yang membuat kebagusan, wahai Tuhan yang memberi karunia, wahai Tuhan yang memberi kenikmatan, wahai Tuhan yang memuliakan, wahai Tuhan yang tiada Tuhan selain Engkau, dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang.
Hukum Membaca Doa Rebo Wekasan
A. Mubarok Yasin, Pengasuh Rubrik Tanya Jawab Fiqh tebuireng online, memberikan tanggapan mengenai ritual khusus di Rebo Wekasan.
Menurut dia, hukum meyakini datangnya malapetaka di akhir Bulan Safar, sudah dijelaskan oleh hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.
“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Mubarok menuturkan, al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali mengatakan hadits ini merupakan respon Nabi Saw terhadap tradisi yang brekembang di masa Jahiliyah.
Ibnu Rajab menulis: “Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Shafar. Maka Nabi SAW membatalkan hal tersebut. Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya. Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan Shafar, dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu. Meyakini datangnya sial pada bulan Shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang.” (Lathaif al-Ma’arif, hal. 148).
"Hadis ini secara implisit juga menegaskan bahwa Bulan Safar sama seperti bulan-bulan lainnya. Bulan tidak memiliki kehendak sendiri. Ia berjalan sesuai dengan kehendak Allah Swt," ujar dia dikutip dari tebuireng.online.
Kata Mubarok, berdoa untuk menolak-balak (malapetaka) pada hari Rabu Wekasan hukumnya boleh, tapi harus diniati berdoa memohon perlindungan dari malapetaka secara umum (tidak hanya malapetaka Rabu Wekasan saja).
Al-Hafidz Zainuddin Ibn Rajab al-Hanbali menyatakan: “Meneliti sebab-sebab bencana seperti melihat perbintangan dan semacamnya merupakan thiyarah yang terlarang. Karena orang-orang yang meneliti biasanya tidak menyibukkan diri dengan amal-amal baik sebagai penolak balak, melainkan justru memerintahkan agar tidak keluar rumah dan tidak bekerja. Padahal itu jelas tidak mencegah terjadinya keputusan dan ketentuan Allah. Ada lagi yang menyibukkan diri dengan perbuatan maksiat, padahal itu dapat mendorong terjadinya malapetaka. Syari’at mengajarkan agar (kita) tidak perlu meneliti melainkan menyibukkan diri dengan amal-amal yang dapat menolak balak, seperti berdoa, berzikir, bersedekah, dan bertawakal kepada Allah Swt serta beriman pada qadla’ dan qadar-Nya.” (Ibn Rajab, Lathaif al-Ma’arif, hal. 143).