Suara.com - Panjat pinang merupakan salah satu perlombaan tradisional Indonesia yang dilakukan dengan memanjat pohon pinang (atau pohon lainnya) yang sudah dikuliti dan diberi cairan pelicin.
Tujuan utama dari perlombaan ini adalah untuk memperebutkan barang-barang yang digantungkan di atas pohon tersebut, biasanya diadakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia.
Yang menghebohkan, ada lomba panjat pinang yang dinarasikan berhadiah 'janda' di Cianjur, Jawa Barat (Jabar). Lantas, seperti apa Islam memandang panjat pinang berhadiah ini?
Hukum panjat pinang dalam Islam masih dipertanyakan dan tergantung pada konteks pelaksanaannya. Berikut adalah beberapa pandangan dan analisis:
1. Unsur Judi
Jika panjat pinang melibatkan uang pendaftaran yang dikumpulkan dan dijadikan hadiah, maka itu dapat dianggap sebagai bentuk perjudian, yang diharamkan dalam Islam.
KH Yahya Zainul Ma’arif menyatakan bahwa praktik tersebut mirip dengan aktivitas judi dan haram. Penelitian Muslim (2021) juga menunjukkan bahwa panjat pinang kupon di Desa Baru Kecamatan Siak Hulu memiliki unsur judi dan bertentangan dengan syariat Islam.
2. Pandangan Ulama
Sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim mengatakan bahwa hukumnya boleh jika tidak ada unsur judi atau penipuan dalam pelaksanaannya. Namun, jika ada unsur penipuan atau perjudian, maka itu haram.
3. Fatwa MUI
MUI telah mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya bagi kegiatan panjat pinang jika melibatkan unsur judi atau penipuan.
4. Konteks Pelaksanaan
Komunitas Historia Indonesia juga mengharamkan panjat pinang karena tidak memberikan manfaat dalam menumbuhkan rasa kecintaan terhadap Indonesia dan karena kegiatan tersebut cenderung membuat bangsa Indonesia tidak mengenal sejarah para pahlawannya.
Dalam keseluruhan, panjat pinang yang melibatkan uang pendaftaran dan hadiah berdasarkan uang apalagi 'janda' dianggap sebagai aktivitas yang bertentangan dengan syariat Islam karena mengandung unsur judi. Namun, jika pelaksanaannya tidak melibatkan unsur judi, maka hukumnya boleh.