Suara.com - Indonesia sedang bersiap merayakan dirgahayu ke-79. Pada 17 Agustus 2014 ini, upacara detik-detik proklamasi kemerdekaan RI akan dilakukan di IKN dengan waktu pelaksanaan mengikuti waktu Indonesia Barat (WIB).
Tahun ini, upacara HUT RI ke 79 dilakukan di dua tempat yaitu IKN dan Jakarta. Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan bertindak sebagai inspektur upacara dan di Jakarta, Wapres Maruf Amin bakal memimpin upacara 17 Agustus 2024 di Istana Merdeka.
Lantas, ada anggapan jika memperingati Hari Kemerdekaan termasuk perbuatan bid'ah. Benarkah?
Muhammadiyah memberikan pandangannya terkait hal ini. Dalam konteks hukum Islam, bid’ah sering diartikan sebagai inovasi atau praktik baru yang tidak memiliki dasar dalam Al-Quran maupun Hadis.
Namun, Muhammadiyah menjelaskan bahwa tidak semua hal baru otomatis dianggap sebagai bid’ah yang terlarang.
Mengutip website resmi Muhammadiyah, dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, ditegaskan bahwa bid’ah hanya berlaku dalam ranah akidah dan ibadah khusus. Oleh karena itu, perayaan HUT Kemerdekaan masuk dalam kategori muamalah duniawiyah, yang hukumnya adalah mubah atau diperbolehkan.
Salah satu aspek yang sering diperdebatkan adalah upacara bendera. Beberapa pihak menganggap hormat kepada bendera sebagai bentuk penyembahan yang tidak dibenarkan dalam Islam.
Namun, menurut Muhammadiyah, hormat bendera adalah bentuk penghormatan kepada jasa para pahlawan, bukan bentuk ibadah. Selama upacara dan perayaan kemerdekaan tidak bertentangan dengan ajaran agama, seperti menjaga pakaian yang menutup aurat dan menghindari unsur judi, maka hukum asalnya adalah boleh.
Para tokoh masyarakat memiliki peran penting dalam memberikan edukasi kepada umat mengenai peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia.
Kegiatan positif seperti pengajian, ceramah kebangsaan, atau lomba-lomba yang membangun karakter dianjurkan untuk memperkuat nilai-nilai patriotisme dan keislaman.