Suara.com - Terkadang ketika kita sedang berjalan di tempat umum, pernah melihat ada benda atau barang yang tergeletak begitu saja di tengah keramaian.
Misal ketika sedang berjalan di mal kita melihat ada dompet di tengah jalan. Ada yang memutuskan untuk mengambilnya. Tidak sedikit ada yang melaporkannya ke pihak yang berwenang.
Lalu apa hukumnya barang temuan tersebut? Bolehkah kita menggunakan barang temuan tersebut? Berikut penjelasannya.
Dalam fikih Islam, barang temuan disebut dengan al-Luqathah. Secara etimologi (bahasa) Luqathah mempunyai arti sesuatu yang ditemukan atau didapat.
Baca Juga: Dilakukan Saka Tatal Hari Ini, Bagaimana Hukum Sumpah Pocong dalam Islam?
Luqathah bisa juga didefinisikan sebagai harta yang hilang dari pemiliknya dan ditemukan oleh orang lain. Lalu bagaimana hukumnya barang temuan ini?
Jika kita menemukan barang tak bertuan di tengah jalan maka yang harus dilakukan adalah mempersaksikan kepada orang adil lalu diumumkan selama setahun.
Apabila pemiliknya memberitahukannya sesuai ciri-cirinya, maka ia wajib memberikan kepada orang tersebut walaupun setelah lewat satu tahun, jika tidak (ada yang mengakuinya), maka ia boleh memanfaatkannya.
Diriwayatkan dari Suwaid bin Ghaflah, ia berkata, “Aku bertemu dengan Ubaiy bin Ka’ab, ia berkata, ‘Aku menemukan sebuah kantung yang berisi seratus dinar, lalu aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau bersabda, ‘Umumkan dalam setahun.’ Aku pun mengumumkannya selama satu tahun, dan aku tidak menemukan orang yang mengenalinya. Kemudian aku mendatangi beliau lagi, dan bersabda, ‘Umumkan selama satu tahun.’ Lalu aku mengumumkannya dan tidak menemukan (orang yang mengenalnya). Aku mendatangi beliau untuk yang ketiga kali, dan beliau bersabda:
احْفَظْ وِعَاءَهَا، وعَدَدَهَا، وَوِكَاءَهَا، فَإِنْ جَاءَ صَاحِبُهَا وَإِلاَّ فَاسْتَمْتِعْ بِهَا.
“Jagalah tempatnya, jumlahnya dan tali pengikatnya, kalau pemiliknya datang (maka berikanlah) kalau tidak, maka manfaatkanlah.”
Maka aku pun memanfaatkannya. Setelah itu aku (Suwaid) bertemu dengannya (Ubay) di Makkah, ia berkata, ‘Aku tidak tahu apakah tiga tahun atau satu tahun.’” [1]
Dari ‘Iyadh bin Himar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ وَجَدَ لُقَطَةً فَلْيُشْهِدْ ذَا عَدْلٍ أَوْ ذَوَيْ عَدْلٍ ثُمَّ لاَ يُغَيِّرْهُ وَلاَ يَكْتُمْ، فَإِنْ جَاءَ رَبُّهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا وَإِلاَّ فَهُوَ مَالُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ.
“Barangsiapa yang mendapatkan barang temuan, maka hendaklah ia minta persaksian seorang yang adil atau orang-orang yang adil, kemudian ia tidak menggantinya dan tidak menyembunyikannya. Jika pemiliknya datang, maka ia (pemilik) lebih berhak atasnya. Kalau tidak, maka ia adalah harta Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.’”
Dalam riwayat lain disebutkan:
فإنْ جَاءَ صَاحِبُهَا فَعَرَفَ عِفَاصَهَا، وَعَدَدَهَا وَوِكَاءَهَا، فأعْطِهَا إيَّاهُ وإلَّا فَهي لَكَ
“Jika datang orang yang mengakuinya, lalu ia bisa menyebutkan kulitnya, jumlahnya, dan bungkusnya, maka berikanlah kepadanya. Jika tidak demikian, maka barang tersebut jadi milikmu (setelah 1 tahun).” (HR. Muslim no. 1722)
Jika nilainya kecil, boleh langsung dimiliki dan dimanfaatkan. Berdasarkan hadis Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemukan kurma di jalan lalu beliau mengambilnya dan bersabda,
لَوْ لاَ أَنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ مِنَ الصَّدَقَةِ َلأَكَلْتُهَا
“Andai aku tidak khawatir ini adalah harta sedekah, niscaya aku akan memakannya.” (HR. Bukhari no. 2431, Muslim no. 1071)
Menilik dari dalil-dalil di atas, bisa disimpulkan mengambil barang temuan di jalan tidaklah mengapa, selama memenuhi ketentuan yang diatur dalam dalil tersebut.
Ini bukan suatu pelanggaran agama. Ini hukumnya boleh. Bahkan, jumhur ulama menganjurkan untuk mengambilnya.