Suara.com - Salah satu makanan laut atau seafood yang disukai banyak orang adalah kepiting. Meski begitu, masih ada sejumlah orang yang meragukan kehalalan memakan kepiting.
Ada yang berpendapat makan kepiting diharamkan. Ini karena kepiting dianggap hewan amfibi atau hidup di dua alam.
Masalah hukum makan kepiting ini sendiri sudah dibahas oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Benarkah anggapan makan kepiting adalah haram?
1. Pendapat yang Mengharamkan
Baca Juga: Hukum Memakai Parfum Beralkohol untuk Solat, Benarkah Najis?
Dikutip dari website Rumah Fiqih Indonesia, pendapat yang mengharamkan kepiting didasari pemahaman bahwa hewan yang hidup di dua alam, air dan darat, adalah hewan yang haram dimakan.
Misalnya, katak, penyu dan lainnya. Biasanya orang menyebutkan dengan istilah amphibi, atau dalam istilah fiqihnya disebut barma'i.
Keharaman hewan amphibi ini banyak kita dapat di banyak kita fiqih, terutama dari kalangan mazhab As-syafi'i.
Salah satunya adalah kitab Nihayatul Muhtaj karya Imam Ar-Ramli. Di sana secara tegas disebutkan haramnya hewan yang hidup di dua alam.
Imam Abu Zakaria bin Syaraf al- Nawawi dalam Minhaj al-Thalibin, yang juga dikutip dalam fatwa MUI mengatakan:
Baca Juga: Hukum Minum Sambil Berdiri, Benarkah Dilarang?
وَمَا يَعِيشُ فِي بَر وَبَحْرٍ: كَضِفْدَعِ وسَرَطَانٍ وَحَيَّة حَرَامٌ.
“Hewan yang hidup di darat sekaligus di laut/air seperti kodok, kepiting, dan ular hukumnya haram (dikonsumsi).”
2. Fatwa MUI
Fatwa MUI tentang kepiting yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa saat itu, yang merupakan Wakil Presiden RI saat ini, KH. Ma’ruf Amin, tidak hanya merujuk pada teks al-Quran, hadits-hadits dan literatur fikih klasik semata.
Komisi Fatwa MUI, bekerja sama dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) juga menjadikan penelitian serta pendapat Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) dalam makalah Eko-Biologi Kepiting Bakau sebagai referensi dan rujukan.
Hasilnya Komisi Fatwa MUI berpendapat bahwa ternyata kepiting yang biasa dijadikan komoditas dan yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia tidak ada yang berhabitat di dua alam, di darat sekaligus di laut atau di air.
Dalam fatwa itu dijelaskan kepiting hanya hidup di air, baik di laut mau pun di air tawar. Ditambah juga dengan ciri fisik bahwa ternyata kepiting bernafas dengan insang, berhabitat di air, dan bertelur di air karena memerlukan oksigen di dalam air.
Karena alasan-alasan tersebut, hukum mengonsumsi kepiting berdasarkan fatwa MUI di atas, hukumnya halal, boleh-boleh saja selama tidak membahayakan bagi kesehatan tubuh.