Suara.com - Suasana sektor 5 di Raudhah Mekkah cukup ramai malam kemarin (13/06). Beberapa bus lalu lalang di depan hotel 501 Shafwat al-Sharouq.
Hotel ini merupakan salah satu pemondokan jemaah asal Indonesia. Para jemaah bersiap di loby hotel dengan ihram yang sudah dikenakan. Mereka mengaku akan mengikuti prosesi Tarwiyah di Mina.
“Kami akan mengikuti Tarwiyah, di Mina,” ujar salah satu jemaah.
Saat ditanya, jemaah tersebut mengaku ada arahan kelompok bimbingan haji (KBIH) yang mereka ikuti.
Baca Juga: Ini Prosesi Wukuf Jemaah Haji Indonesia di Arafah: Ada Kutbah dari Habib Ali Hasan Al Bahar
Di hotel yang sama, sepasang suami istri masih mengenakan pakaian kasual. Tidak seperti jemaah sebelumnya, Pak Sucipto dan Gilir Utami yang asal Semarang ini mengaku tidak akan mengikuti Tarwiyah. Keduanya ingin beristirahat sambil menyiapkan fisik dan kebutuhan yang akan dibawa saat Arafah.
“Kami ingin istirahat saja, ini sedang mempersiapkan keperluan Arafah,” terang keduanya.
Terkait prosesi Tarwiyah, PPIH memang tidak memfasilitasinya. Keberangkatan sebagian jemaah haji ke Mina pada malam Tarwiyah merupakan inisiatif dari masing-masing kelompok bimbingan.
Meskipun demikian, menurut Kasatop (Kepala Satuan Operasi) Armuzna, akan ada satgas yang diturunkan untuk melakukan pemantauan.
“Meskipun pemerintah Indonesia tidak memfasilitasi Tarwiyah, namun kami tetap menerjunkan satgas untuk memantau di sana,” ujar Harun saat menyampaikan sosialisasi kepada satgas Muzdalifah (13/06)
Baca Juga: Begini Respon Jemaah Haji Berada di Tenda Arafah: Biar Sempit Hati Kami Lapang
Lalu bagaimana hukum haji tanpa tarwiyah?
Konsultan Ibadah PPIH Arab Saudi Mahbub Maafi Ramadhan menyebut bahwa Tarwiyah tidak termasuk rukun maupun syarat sah haji.
“Tarwiyah bukan bagian dari rukun haji, hanya sunnah,” ujar Kiai Mahbub.
Menurutnya, beberapa jemaah yang mengikuti prosesi Tarwiyah mendasarkannya pada prosesi haji yang dilakukan Nabi pada masa lalu. Saat itu Nabi singgah di Mina pada hari Tarwiyah karena rute menuju Arafah saat itu hanya bisa dilalui lewat Mina.
“Jadi, nabi hanya singgah di Mina sebelum ke Arafah, kebetulan itu waktunya pada hari Tarwiyah,” ujar Kiai Mahbub.
Namun, menurut Kiai Mahbub, jemaah haji yang melakukan prosesi Tarwiyah tidak lah masalah. Mereka hanya ingin melalui proses yang dilalui Nabi saat haji. Karena itu bagian dari sunnah haji.
Menurut Ketua Lajnah Bahtsul Masail PBNU ini, ada beberapa alasan pemerintah Indonesia tidak memfasilitasi Tarwiyah dan menyarankan jemaah untuk istirahat sebagai persiapan menuju Arafah.
Selain karena bukan bagian dari rukun, syarat sah, maupun wajib haji, kondisi saat ini juga sangat berbeda dengan haji pada masa nabi.
“Pada masa Nabi, jumlah yang berhaji tidak sebanyak sekarang. Kalau saat ini berbeda. Potensi keramaian sangat besar. Potensi yang berkaitan dengan keselamatan jiwa juga lebih besar. Oleh karena itu, jemaah lebih baik memfokuskan pada menjaga stamina demi hal-hal yang rukun dan wajib,” terang Kiai Mahbub.
Saat ini, menurutnya, yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah tepat, yaitu lebih memprioritaskan hal yang wajib dan rukun.
“Yang lain, dipersilahkan mengerjakan, namun tetap memperhatikan stamina untuk puncak haji, yaitu Armuzna,” lanjutnya.
Kiai Mahbub kemudian mengingatkan, jangan sampai terlalu fokus pada yang sunnah, sampai-sampai kehabisan energi dan stamina lalu tidak bisa melakukan yang wajib.
“La yutraku al-wajib li sunnatin, jangan sampai kehilangan hal yang wajib karena mengerjakan sunnah,” tuturnya menyitir sebuah kaedah fikih.