Suara.com - Jemaah haji Indonesia wajib dengar, demi keselamatan calon haji lansia dan risti, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Abbas menyarankan untuk mengikuti skema murur.
Menurut Buya Anwar Abbas, perjalanan haji lebih baik dari Arafah langsung lanjut ke Mina dan mabit di Muzdalifah.
Buya Anwar menjelaskan ilihan tersebut amat tepat untuk diambil demi memberikan keselamatan bagi jemaah.
“Saya tahun 2008 haji, tahun 2019 haji, tempat di sini (Muzdalifah, red) masih luas, sehingga kalau mobil (bus) parkir di sini meskipun sempit-sempit tapi mampulah menampung. Tapi sekarang banyak bangunan, di sini ada dibangun toilet,” ungkap Anwar Abbas, Selasa (11/6/2024).
Baca Juga: Nonton Parade Militer Kerajaan Saudi, Total Harga Outfit Wirda Mansur Rp39,3 Juta
“Kesimpulan saya, impossible mobil yang datang dari Arafah berhenti di sini semua, tidak akan tertampung. Sehingga diperlukan ijtihad ulama, dan Majelis Ulama Indonesia sudah membuat fatwa. Artinya, jemaah tertentu yang sakit dan berisiko tinggi, untuk keselamatan mereka, lebih baik lanjut ke Mina, dan berangkat jam 19.00 malam,” sambung pria yang juga akrab dipanggil Buya Anwar ini.
Menurutnya, pilihan mabit di Muzdalifah dengan skema murur patut menjadi pilihan karena bertujuan menjaga keselamatan diri. “Itu ada alasannya, masyaqqah, kesulitan. Dalam maqashid syariah kan, ada hifdzunnafs ya, ada pertimbangan keselamatan jemaah,” tutur Buya Anwar yang juga menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Buya Anwar juga sepakat dengan program murur yang disiapkan pemerintah di mana para jemaah lansia, jemaah dengan risiko tinggi serta pendampingnya akan mulai diberangkatkan dari Arafah langsung menuju Mina dimulai sejak pukul 19.00 malam.
“Itu, kan, artinya sudah melewati malam, ya. Saya kira sah. Malam kan dimulai dari terbenamnya matahari. Memang ada ulama menyatakan lewat jam 12 malam, tapi situasi dan kondisinya tidak memungkinkan. Melihat space (luasan) sekarang ini, saya punya kesimpulan memang tidak mungkin,” ungkap Buya Anwar.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) telah menggulirkan rencana pola mabit di Muzdalifah dengan skema murur. Hal ini menjadi bagian dari mitigasi makin sempitnya kawasan Muzdalifah, khususnya setelah terbangunnya toilet yang memakan lahan seluas dua hektar.
Berdasarkan catatan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), area Muzdalifah yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia seluas 82.350m2.
Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab. Sementara ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid. Sehingga, setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat (space) sekitar 0,45m2 di Muzdalifah.
Tahun 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jemaah haji Indonesia. Sehingga, 213.320 jemaah dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah. Padahal, tahun ini juga ada pembangunan toilet yang mengambil tempat (space) di Muzdalifah seluas 20.000 m2. Sehingga, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah, 82.350 m2 - 20.000 m2 = 62.350 m2/213.320 = 0,29m2.
Karenanya, mabit Muzdalifah dengan skema murur menjadi ikhtiar pemerintah untuk dapat mengurangi kepadatan di Muzdalifah. Pemerintah menargetkan 55 ribu jemaah haji Indonesia akan melakukan skema murur.