Suara.com - Menyusuri setiap jengkal denyut nadi kehidupan kota di Madinah menjadi pengalaman baru bagi jurnalis Suara.com, Chandra Iswinarno.
Pasar yang menjadi jantung perekonomian di Kota Madinah kerap diserbu jemaah haji asal Indonesia untuk sekedar berburu buah tangan khas Arab Saudi.
Menariknya, pedagang yang berusaha menawarkan barang dagangannya kepada jemaah haji Indonesia kerap meneriakan nama Jokowi.
Ya, nama Jokowi sudah seperti kata kunci bagi pedagang di pasar yang dijamah para jemaah Indonesia untuk melariskan dagangannya.
Baca Juga: Dear Jemaah Haji! Ini Pesan Kemenag Jelang Puncak Ibadah Haji di Arafah
Tak cuma Jokowi, terkadang mereka menghafal nama politisi beken lainnya, seperti Anies dan Prabowo yang juga kadang mereka teriakan kepada kami sepanjang perjalanan di pasar, terutama di kawasan perbelanjaan yang tumbuh subur di sekitar Masjid Nabawi.
Soal harga, tentunya mereka berusaha membuat jemaah tidak melepaskan calon pembeli agar mau membeli barang dagangannya. Tentunya tawar menawar harga dengan bahasa Arab, Inggris hingga isyarat yang terbatas kadang ampuh untuk membuat pedagang atau calon pembeli luluh.
Pernah suatu ketika saat saya menaiki taksi pribadi dari pusat perbelanjaan di kawasan Masjid Nabawi hingga hotel tempat menginap, kami terlibat pembicaraan serius. Sang sopir kadang bertanya mengenai perpolitikan tanah air yang memang kadung dikenal penduduk setempat.
Bahkan, mereka kerap menyebut Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor sebagai salah satu destinasi tujuan yang tak pernah bisa lepas dari pembicaraan.
"Saya pernah ke Indonesia, Puncak, Bandung," kata sang sopir mencoba mengakrabi kami sepanjang perjalanan pulang.
Baca Juga: Calon Haji Lansia Kesulitan Wukuf di Arafah, Kemenag Siapkan Safari Wukuf untuk 300 Orang
"Wah pernah ke Puncak," celetuk salah satu kawan merespons pengalaman bepergian sang sopir di Indonesia.
Sang sopir mengaku betah berlama-lama tinggal di Puncak, meski kami mengira hal itu dilatarbelakangi kondisi cuaca yang berbeda jauh dengan suhu di Madinah menjadi salah satu faktornya.
Namun, komunikasi ini pula yang membangun pembicaraan tak tentu arah menjadi gayeng hingga penginapan tempat tujuan kami.
Pun sepanjang perjalanan itu, kami juga sibuk menceritakan suksesi kepemimpinan di Indonesia sebagai bekal pengetahuan kepada warga lokal tersebut agar lebih bisa mengetahui sekelumit tentang Indonesia.
Tak hanya itu, kadang kami menjelaskan sejumlah destinasi di Indonesia lainnya yang bisa mereka tuju bila sewaktu-waktu berkunjung ke Indonesia.
Walau mungkin terdengar sekedar basa-basi, tapi begitulah cara mereka membangun chemistry dengan jemaah umrah dan haji Indonesia dengan menunjukan keramahan warga lokal Madinah.