Suara.com - Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief bersama Direktur Bina Haji Arsad Hidayat mengemukakan ada skema baru dalam penyelenggaraan haji tahun ini yang memerlukan masukan dari sejumlah pihak, antara lain dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Skema baru tersebut terkait murur atau mabit di bus saat di Muzdalifah dan tanazul ke hotel ketika di Mina.
"Pemerintah perlu memberikan penjelasan kepada Ormas NU terkait skema murur (mabit di bus) saat di Muzdalifah dan tanazul ke hotel ketika di Mina yang keduanya akan diberlakukan kepada sebagian jemaah haji Indonesia pada tahun ini," katanya.
Ia mengemukakan hal tersebut lantaran adanya penambahan kuota 20.000 dari kuota awal 221.000 menjadi 241 ribu jemaah.
Lantaran itu, ia mengemukakan perlu skema khusus yang harus dipersiapkan dengan baik di tengah tidak adanya penambahan lahan, baik di area Muzdalifah dan Mina.
Hilman juga menuturkan, skema baru tersebut diambil untuk menghindari penumpukan jemaah haji di Muzdalifah akibat berkurangnya ruang untuk mabit karena terdampak pembangunan toilet dalam jumlah banyak di wilayah tersebut, serta pemindahan 27.000 jemaah haji dari Mina Jadid ke area Muzdalifah.
Ia mengemukakan, sebelumnya Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi telah melakukan pertemuan dengan seluruh stakeholder layanan di Armuzna.
Salah satu rekomendasi pertemuan tersebut, Kementerian Haji dan Umrah mendukung ide dan gagasan murur jemaah Indonesia pada saat mabit di Muzdalifah.
"Kita mengambil skema murur sebagai antisipasi kepadatan lokasi di Muzdalifah, di mana jemaah bergerak dari Arafah menuju Muzdalifah tidak turun dari bus, tapi langsung ke Mina," ujarnya.
Baca Juga: Garuda Semrawut: Kemenag Geram Penerbangan Haji Delay Sampai 17 Jam
Pun saat di Mina, jemaah akan diskemakan tanazul ke hotelnya di Mekkah terutama mereka yang tinggal di wilayah Raudlah dan Syissah.