Suara.com - Perceraian merupakan opsi terakhir dalam menyelesaikan konflik rumah tangga, setelah upaya perundingan dan mediasi tidak berhasil menemukan solusi. Perceraian juga merupakan proses hukum atau sosial di mana ikatan sah antara dua individu diakhiri secara resmi.
Sebagai negara dengan mayoritas populasi beragama Islam, perceraian tidak hanya dianggap sebagai aspek hukum dan sosial semata, tetapi juga mempertimbangkan hukum agama Islam. Dalam Islam, perceraian dipandang sebagai alternatif terakhir dan diharapkan hanya dilakukan dalam keadaan yang memang benar-benar diperlukan.
Walaupun Islam memperbolehkan perceraian, ajaran Islam lebih menekankan pada pentingnya menjaga kelangsungan dan kesatuan pernikahan. Dalam Al-Qur'an, perceraian dianggap sebagai tindakan yang tidak disukai, namun dapat diterima sebagai langkah terakhir apabila segala upaya untuk memperbaiki hubungan telah gagal.
Apakah Mantan Suami Wajib Memberikan Nafkah?
Baca Juga: Diduga Telantarkan Anak, Bisma Rocket Rockers Kasih Nafkah Anak Cuma Rp8 Ribu, Auto Dirujak Warganet
Syariat Islam menetapkan aturan dan prosedur terkait perceraian, yang mencakup pemberitahuan tertulis, periode tunggu (iddah) untuk memberikan kesempatan untuk rekonsiliasi, serta kewajiban memberikan nafkah dan hak-hak lain kepada istri yang akan dibubarkan pernikahannya.
Dari penjelasan tersebut, meskipun telah terjadi perceraian, maka mantan suami tetap mempunyai tanggung jawab yang merupakan hak dari mantan istri.
Tanggung jawab bekas suami terhadap mantan istri setelah perceraian juga telah diatur dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia. Berikut ini adalah kewajiban mantan suami setelah perceraian yang perlu dipahami.
Kewajiban Mantan Suami Setelah Bercerai
Meskipun Kompilasi Hukum Islam yang mengatur tanggung jawab mantan suami terhadap mantan istri diambil dari ajaran Islam. Namun hukum Islam sendiri memberikan penjelasan yang lebih terperinci mengenai tanggung jawab mantan suami terhadap mantan istri setelah perceraian.
Dalam ajaran agama Islam, kewajiban mantan suami disesuaikan dengan situasi mantan istri dan bagaimana proses perceraian terjadi. Tanggung jawab mantan suami terhadap mantan istri menurut hukum Islam antara lain adalah sebagai berikut:
1. Terhadap mantan istri yang sedang dalam masa iddah dari talak ba'in, baik karena khulu' (cerai atas persetujuan), maupun talak tiga, jika dia tidak hamil, maka mantan suami diharuskan menyediakan tempat tinggal saja tanpa memberikan nafkah, kecuali jika mantan istri bersikap durhaka sebelum ditalak atau di tengah masa iddahnya.
2. Terhadap mantan istri yang sedang dalam masa iddah dari talak ba'in, baik karena khulu' (cerai atas persetujuan), maupun talak tiga, dan jika dia sedang hamil, maka mantan suami diharuskan menyediakan tempat tinggal dan nafkah saja. Suami tidak diwajibkan untuk menanggung biaya lainnya.
3. Terhadap mantan istri yang sedang dalam masa iddah dari talak raj'i (perceraian yang masih bisa dirujuk), mantan suami diwajibkan menyediakan tempat tinggal yang layak, nafkah, pakaian, dan biaya hidup lainnya. Kewajiban tersebut bisa ditiadakan jika mantan istri bersikap durhaka sebelum bercerai atau di tengah masa iddahnya.
Dapat disimpulkan bahwa menurut hukum Islam, kewajiban memberikan nafkah kepada mantan istri dan anak setelah putus perkawinan adalah wajib. Setelah memberikan kewajiban memberikan nafkah kepada mantan istri maka memberi nafkah kepada anak wajib dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama