Lebaran Ketupat Menurut Islam, Boleh atau Tidak? Simak Penjelasan Ulama dan Makna Filosofinya

Rifan Aditya Suara.Com
Kamis, 18 April 2024 | 14:56 WIB
Lebaran Ketupat Menurut Islam, Boleh atau Tidak? Simak Penjelasan Ulama dan Makna Filosofinya
Pedagang menyelesaikan pembuatan kulit ketupat di Pasar Palmerah, Jakarta, Selasa (9/4/2024). [Suara.com/Alfian Winanto] - Lebaran Ketupat Menurut Islam, Boleh atau Tidak? Simak Penjelasan Ulama dan Makna Filosofinya
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jawa memiliki sebuah tradisi khusus untuk menyambut lebaran atau hari raya Idul Fitri. Tradisi ini tidak berada di seluruh kawasan Pulau Jawa, tetapi masih dilestarikan di sebagian kawasan Pulau Jawa. Tradisi ini disebut dengan lebaran ketupat. Lantas bagaimana lebaran ketupat menurut Islam? 

Untuk mengenali makna lebaran ketupat menurut islam, kita musti berjalan mundur ke dalam sejarahnya. Ringkasnya, lebaran ketupat diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Kalijaga. 

Dilansir dari nu.or.id, dalam upaya dakwah menyebarkan agama Islam, Sunan Kalijaga memperkenalkan dua istilah bakda kepada masyarakat Jawa. Sunan Kalijaga menyebut bakda lebaran dan bakda ketupat.

Bakda lebaran dipahami sebagai momen merayakan hari raya Idul Fitri dengan cara melaksanakan solat ied. Sedangkan bakda ketupat merujuk kepada momen seminggu sesudah perayaan hari raya idul fitri dengan sholat ied tersebut. 

Baca Juga: Lebaran Ketupat dari Mana? Tradisi Setelah Seminggu Idul Fitri, Pencetusnya Bukan Orang Sembarangan

Baca juga: Lebaran Ketupat dari Mana Asalnya?

Pada hari bakda ketupat, masyarakat Jawa akan menikmati ketupat, makanan khas yang terbuat dari beras dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa, dimasak kemudian disajikan dengan opor ayam dan lauk lainnya. Pada momen bakda ketupat, masyarakat jawa akan berkumpul dengan keluarga, menikmati makanan bersama.

Umumnya kerabat atau keluarga yang lebih muda datang ke rumah saudara yang lebih tua, mereka akan saling maaf memaafkan. Memakan ketupat secara bersama-sama sendiri menyimbolkan kebersamaan, eratnya tali persaudaraan, dan tali kasih sayang. Momen ini kemudian terkenal dengan istilah lebaran ketupat. 

Penamaan makanan terbuat dari beras dan dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa itu sendiri memiliki makna filosofis. Ketupat berasal dari istilah Jawa kupat, kependekan dari ngaku lepat. Dalam bahasa Indonesia artinya mengakui kesalahan. Selain itu juga kependekan dari "Laku papat" yang artinya empat tindakan. 

Empat tindakan mengakui kesalahan tersebut terangkum dalam tradisi sungkeman masyarakat jawa, yakni seorang anak bersimpuh dan memohon maaf kepada orang tua dan kepada yang lebih tua.

Baca Juga: Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat Setelah Idul Fitri: Sejarah, Makna, Tanggal Perayaan

Zaman modern ini, orang yang dituakan itu bisa berarti kerabat kerja, guru, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, masyarakat muslim Indonesia akan mendatangi orang yang dituakan dan melakukan sungkeman selama lebaran. Kemudian setelah saling maaf memaafkan, mereka makan ketupat bersama-sama. 

Makna lebaran ketupat menurut Islam

Lebaran ketupat dalam pandangan Islam tidak menyalahi atau mengingkari makna hari raya Idul Fitri dalam ajaran Nabi Muhammad saw. Malahan ini merupakan langkah menyempurnakan. 

Menurut KH. Hasanuddin Busyori Karim Buntent yang dikutip dari nu.or.id, pada 2014, ketika beliau masih hidup menyampaikan bahwa lebaran ketupat merupakan cara masyarakat bersyukur usai menjalani ibadah puasa ramadhan.

Serta melakukan puasa syawalan selama enam hari di bulan syawal usai merayakan kedatangan hari raya idul fitri dengan shalat ied. Lebaran ketupat menitikberatkan aktifitas silaturahmi antar sanak dan keluarga. 

Zaman dulu, ketupat yang dibuat dengan tangan merupakan tirakat pembuatnya. Saat menganyam daun kelapa, mereka membaca bersyahadat dalam hati atau bersyalawat.

Sehingga ketika mereka selesai membuat puluhan hingga ratusan ketupat, mereka sudah bersyalawat ratusan kali pula. Kegiatan ini secara kasat mata dapat mengeratkan tali silaturahmi dan secara tak kasat mata mengeratkan takwa, kedekatan umat Islam kepada Nabi Muhammad saw dan juga kepada Allah Swt. 

Tradisi lebaran ketupat ini sangat dianjurkan untuk dipertahankan karena ini merupakan ajaran para wali, khususnya Sunan Kalijaga di Jawa Tengah dan diajarkan pula oleh Sunan Gunung Djati di Cirebon.

Hukum merayakan lebaran ketupat menurut Islam ialah diperbolehkan. Syekh Athiyyah, mufti Mesir menjelaskan:

ﻭﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻫﻮ ﺩﻳﻨﻰ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ اﻻﺣﺘﻔﺎﻝ ﻣﻨﺼﻮﺻﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﻌﻴﺪﻯ اﻟﻔﻄﺮ ﻭاﻷﺿﺤﻰ، ﻭﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻏﻴﺮ ﻣﻨﺼﻮﺹ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺎﻟﻬﺠﺮﺓ ﻭاﻹﺳﺮاء ﻭاﻟﻤﻌﺮاﺝ ﻭاﻟﻤﻮﻟﺪ اﻟﻨﺒﻮﻯ

Artinya: (Hukum memperingati hari besar) kaitannya dengan agama ada dua. Pertama, adalah dijelaskan dalam agama seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Kedua, tidak dijelaskan dalam agama seperti hijrah, Isra' dan Mi'raj, serta Maulid Nabi.

ﻓﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻨﺼﻮﺻﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻬﻮ ﻣﺸﺮﻭﻉ ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻥ ﻳﺆﺩﻯ ﻋﻠﻰ اﻟﻮﺟﻪ اﻟﺬﻯ ﺷﺮﻉ، ﻭﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﻋﻦ ﺣﺪﻭﺩ اﻟﺪﻳﻦ، ﻭﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻨﺼﻮﺻﺎ ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﻠﻠﻨﺎﺱ ﻓﻴﻪ ﻣﻮﻗﻔﺎﻥ، ﻣﻮﻗﻒ اﻟﻤﻨﻊ ﻷﻧﻪ ﺑﺪﻋﺔ، ﻭﻣﻮﻗﻒ اﻟﺠﻮاﺯ ﻟﻌﺪﻡ اﻟﻨﺺ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻌﻪ

Artinya: Perayaan yang dijelaskan dalam Islam hukumnya disyariatkan dengan syarat dilakukan sesuai perintahnya. Dan perayaan yang tidak dijelaskan dalam Islam maka bagi umat Islam ada 2 pendapat. Ada yang melarang karena dianggap bid'ah. Ada juga yang membolehkan karena tidak ada dalil yang melarangnya.

Apapun bentuk perayaan yang dilaksanakan dengan filosofi yang baik maka diperbolehkan. Apalagi lebaran ketupat memiliki tujuan yang sangat mulia. Utamanya ada dua yaitu pertama, mengeratkan tali silaturahmi dengan saudara dan kerabat. Kedua, mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw untuk menjaga tali silaturahmi dengan kerabat dan saudara. 

Jika kita mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw, kita akan mendapatkan rahmat dan syafaat dari Nabi. Kita juga akan menjadi semakin disukai oleh Allah Swt, karena Allah menyukai orang-orang yang mengikuti sunnah nabi. Demikian itu penjelasan lebaran ketupat menurut Islam.

Kontributor : Mutaya Saroh

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI