Suara.com - Menyambut Tahun Baru Imlek 2024, banyak penjual offline dan online yang memberikan diskon. Lantas, bagaimana hukum belanja diskon Imlek dalam Islam? Untuk mengetahuinya, berikut ini penjelasannya.
Diketahui bahwa tahun ini perayaan Imlek jatuh pada hari Sabtu, 10 Februari 2024. Biasanya untuk menyambut Imlek akan ada diskon besar-besaran yang diberikan oleh para penjual/toko offline maupun online.
Besarnya diskon yang ditawarkan oleh para penjual offline maupun online ini pun langsung disambut penuh gembira oleh para pembeli. Namun yang menjadi pertanyaan, hukum belanja diskon Imlek dalam Islam? Untuk selengkapnya, berikut ini penjelasannya.
Hukum Belanja Diskon Imlek Dalam Islam
Baca Juga: 5 Jajanan Khas Imlek yang Bisa Dibeli di Pasar dengan Harga Murah Meriah
Dilansir dari laman NU Online, belanja diskonan Imlek ataupun hadiah dari kalangan non-Muslim dan semacamnya menurut sejumlah ulama hukumnya adalah haram.
Pendapat ini berkeyakinan bahwa dengan ikut menikmati diskon Imlek atau hadiah dari agama lain itu sama saja ikut marayanan hari rayanya orang non Muslim atau perbuatan non Muslim sebagaimana tercantum dalam kitab al-Mi’yar al-Mu’arrab seperti berikut ini:
“Yahya bin Yahya al-Laitsi berkata, tidak boleh menerima hadiah saat hari raya kaum Nasrani, baik dari kaum Nasrani atau Muslim, demikian pula haram memenuhi panggilan non-Muslim di hari tersebut, dan bersiap-siap untuk menyemarakkannya. Dan wajib menjadikan hari-hari tersebut sebagaimana hari-hari biasanya.” (Syekh Ahmad bin Yahya al-Winsyarisi al-Maliki, al-Mi’yar al-Mu’arrab, juz 11, hal. 150-152)
Namun, sebagian kalangan berpendapat hukumnya adalah boleh jika dikaitkan dengan hukum bertransaksi, termasuk transaksi dengan non Muslim.
Seperti pendapat dari mazhab Hanbali yang menyebutkan bahwa boleh membeli barang-barang saat momen hari raya non Muslim.
Baca Juga: Sambut Tahun Naga Kayu, 25 Ucapan Imlek 2024 yang Sederhana Namun Penuh Makna
Menurut pandangan ini, melakukan transaksi saat momen perayaan hari raya agama lain bukanlah termasuk ikut merayakan hari raya mereka dan bukan juga menyerupai perbuatan non Muslim.
Menurut Mazhab ini, yang tidak diperbolehkan atau diharamkan yaitu ikut merayakan hari raya tersebut. Misalnya, datang ke tampat ibadah mereka. Sedangkan aktivitas selain kegiataan kegamaan, hukumnya adalah boleh.
Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Syekh Muhammad bin Muflih al-Maqdisi al-Hanbali dalam kitab al-Adab asy-Syar’iyyah sebagai berikut:
“Al-Khallal berkata dalam kitab al-Jami’-nya, bab kemakruhan keluarnya kaum Muslim di hari raya kaum musyrik, al-Khallal menyebutkan dari Syekh Muhanna, ia berkata, saya bertanya kepada Imam Ahmad tentang hukum menghadiri hari raya non-Muslim ini yang diselenggarakan di Negara Syam, sebagaimana juga di Dairi Ayyub dan sesamanya. Kaum Muslim menyaksikannya, mereka hadir di pasar-pasar dan mengambil kambing, sapi, roti, gandum dan lainnya di tempat tersebut, namun hanya mereka lakukan di pasar-pasar. Mereka membeli namun tidak sampai masuk ke tempat peribadatan kaum non-Muslim. Al-Imam Ahmad berkata, bila mereka tidak memasuki tempat peribadatan non-Muslim, dan hanya mengahdiri pasar, maka tidak masalah.” (Muhammad bin Muflih al-Maqdisi al-Hanbali, al-Adab asy-Syar’iyyah, juz , hal. 123).
Sejumlah ulama juga menyampaikan bahwa menerima hadiah pada momen hari besar agama lin baik itu berupa diskon atau hal lainnya menurut Islam hukumnya boleh. Sebab Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya juga melakukan hal serupa.
Ini tertuang dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang bunyinya sebagai berikut:
“Said berkata, dari Qatadah dari Anas ra, sesungguhnya Ukaidira Dumah pernah memberikan hadiah kepada Nabi SAW.” (HR. Bukhari)
Dalam Dr. Yusuf Al-Qardhawi juga menyebutkan dalam sebuah kitab Al-Halal Fil Islam bahwa umat Muslim boleh menerima maupun memberikan hadiah pada momen hari besar non Muslim. Sebab, Nabi SAW pun melakukannya pada zaman dulu.
Demikian ulasan mengenai hukum belanja diskon Imlek dalam Islam yang penting untuk diketahui oleh umat Muslim. Soal mazhab mana yang anda yakini itu kembali kepada pribadi masing-masing.
Kontributor : Ulil Azmi