Suara.com - Pada 13 dan 14 Juni lalu, di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat telah digelar pagelaran seni bertajuk "Panggung Maestro". Acara ini merupakan sebuah penghargaan bagi para maestro seniman yang telah mendedikasikan hidup untuk menjaga dan merawat kesenian tradisional.
"Panggung Maestro" pertama kali berlangsung pada Juli 2023. Dan kali ini menjadi yang kelima, yang dipersembahkan oleh Yayasan Bali Purnati bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, dan didukung oleh Yayasan Taut Seni & Bumi Purnati Indonesia.
"Panggung Maestro" kali ini menghadirkan maestro kesenian dari dua daerah provinsi: Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.
"Panggung Maestro adalah sebuah pernyataan (bukan pengukuhan) penghormatan kepada para seniman yang telah mengalirkan energi seni-budaya yang didapat dari para pendahulu mereka kepada kita generasi penerus," kata Endo Suanda, Dewan Artistik "Panggung Maestro", dalam keterangan resmi.
Baca Juga: Melirik Tumurun Private Museum: Oase Seni di Tengah Badai Sritex yang Terlilit Utang
"Energi adalah daya hidup, semacam sukma, yang tidak akan mati. Tapi sukma hanya ada jika raga terjaga. Kami berniat, berjanji, untuk menjadi pewaris aktif dengan memelihara dan memupuk energi itu, hingga akan lahir buah dan biji yang mendorong pertumbuhan budaya seterusnya," kata Endo meyambung.
"Panggung Maestro" sudah menampilkan 25 orang Maestro dan 250 orang pendukung pertunjukan. Telah ditonton oleh 2.470 orang dengan lebih dari 25.000.000 tampilan digital.
"Satu hal yang sangat membahagiakan sekaligus mengharukan, manakala di dalam 'Panggung Maestro' kali ini kita mendapat kesempatan bertemu dengan para penari dan penggubah tari yang berusia di atas 70 tahun, bahkan ada yang sudah melebihi 90 tahun, tetapi masih tetap berkarya," imbuh ujar Sulistyo Tirtokusumo, Dewan Artistik Panggung Maestro.
"Lama rentang waktu yang mereka jalani dalam berkarya bukan main-main. Konsep wiraga, wirama, serta wirasa sudah jauh mereka lampaui dan yang mampu ada dan selalu ada adalah 'kasunyatan', yang senantiasa bersemayam di dalam tubuh mereka. Itulah sejatinya sang Maestro," ucap Sulistyo menambahkan.
Selain Panggung Maestro, juga diadakan Panggung Wacana yaitu forum gelar wicara untuk mengartikulasikan nilai-nilai yang melingkari dan menyelimuti kerja keempuan.
Baca Juga: Habiskan Akhir Pekan dengan Berkunjung ke Pameran Jakarta Provoke
Panggung Wacana menjadi kesempatan penting bagi para peserta, seniman, budayawan, guru, pelajar/mahasiswa dan siapa saja yang tertarik dan peduli pada seni tradisi, juga untuk mendengarkan dan berbincang-bincang dengan para tokoh kebudayaan Indonesia yang jarang kita temui.