Suara.com - Bali International Film Festival (Balinale) mengumumkan para pemenang edisi ke-17 di mana festival ini menampilkan 60 film yang mewakili 25 negara dari lebih dari 600 judul yang didaftarkan.
Balinale 2024, juga menyisakan satu film penutup festival bertajuk ‘World Premiere’, Lafran, yang diputar Jumat (7/6/2024).
Juri mengumumkan para pemenang yang dipilih dari 24 film dalam kompetisi pada 6 Juni 2024:
Best Feature Documentary: No More History Without Us, Priscilla Regis Brasil (Brazil)
Baca Juga: Bolehkah Anak Nonton Film Horor? Simak Hal-Hal yang Harus Dipertimbangkan Oleh Orang Tua!
Keputusan Juri: “Seiring makin pendeknya informasi media, ingatan kita juga tertarik pada sesuatu yang langsung dan baru. Sejarah sering terlupakan, sementara dampaknya juga diabaikan. Film ini adalah usaha yang berani, brilian, dan teliti dalam mengubah narasi oleh dan untuk Amazon, yang bersuara di bumi bagian selatan.”
Best Short Documentary: Nusa Ina, Anne Jan Sijbrandij (Netherlands)
Keputusan Juri: “Kami terharu oleh film ini dan nasib orang-orang yang terlantar yang diceritakan dengan sangat baik. Itu sebabnya, mengapa film dokumenter pendek begitu penting, mereka menggunakan film untuk melestarikan sejarah dan sebagai bentuk aktivitas, yang memberikan mereka kekuatan yang abadi.”
Best Short Narrative: The Masterpiece, Àlex Lora (Spain)
Keputusan Juri: “Narasi film yang kuat membangun atmosfir dan ketegangan secara halus mengungkapkan dinamika kekuasaan dan prasangka yang ada. Kisah para imigran yang mimpi dan harapannya memang diinginkan keluarga kaya raya. Kompleksitas ini dipadukan dengan penampilan dan arahan yang solid.”
Baca Juga: Tom Blyth Dikonfirmasi Bermain dalam Film Watch Dogs Versi Live Action
Best Feature Narrative: The Gospel of the Beast, Sheron Dayoc (Philippines)
Keputusan Juri: "Film ini menarik karena arahnya yang kuat, skenario yang baik, dan sinematografi yang mengesankan. Kelindan narasi, si protagonis bergulat dengan dilema moral sebelum akhirnya memilih jalan yang benar, sangat menarik dan sangat kuat dalam bersuara."
Special Jury Award: Dhvani- The Sound Around (Short Documentary - Anurag Dwivedi (India)
Keputusan Juri: “Film ini menarik sepanjang waktu. Ceritanya disampaikan dengan baik, nilai produksinya berkualitas, menampilkan keindahan India dengan sangat baik dan sangat menarik.”
Special Jury Award: Porcelain War (Feature Documentary) Brendan Bellomo, Slava Leontyev (United States)
Keputusan Juri: “Banyak film tentang perang berfokus pada dampak buruk dari perang. Film ini sangat unik dan menginspirasi karena mengajak kita melihat Ukraina dari sudut pandang cinta. Cinta yang digambarkan sangat mendalam, multi-dimensional, dan manis-pahit. Melalui seni, penceritaan dan cinta, kita melihat Ukraina melalui daya hidup rakyatnya, kita melihat perdamaian sebagai sesuatu yang layak diperjuangkan.”
Gary L Hayes Award for Emerging Indonesian Filmmaker: HUMA (Short Narrative) Kezia Alexandra (Indonesia)
“Kezia Alexandra mewujudkan semangat penghargaan ini—seorang sutradara muda dan seniman serba-bisa, melalui gaya khas dan cerita visionernya sedang membentuk ulang lanskap sinematik Indonesia."
Gary L Hayes Award for Emerging Indonesian Filmmaker, penghargaan khusus ini diberikan untuk menghormati Gary Hayes, seorang pelopor di industri yang memberikan banyak kesempatan bagi para pembuat film Indonesia. Balinale terus mengakui hasratnya dalam membantu para kreatif muda yang bercita-cita tinggi dalam menggali dan mengembangkan potensi mereka.
Committee Choice: Feature Narrative – Asog, Seán Devlin (Canada)
Keputusan Komite: "Melalui penceritaan yang ahli, penonton diajak ke dunia karakter, merasakan emosi mereka secara intim dan meruntuhkan batas-batas sosial. Pada tataran penceritaan, berbagai agenda bersaing untuk mendapatkan perhatian, karya film Devlin ini mampu memperlihatkan pencapaian seperti kebanyakan perjuangan organisasi, yaitu: memberi pemahaman dan penerimaan."
Committee Choice: Feature Documentary – Point of Change, Rebecca Coley (United Kingdom)
Keputusan Komite: “Film ini membawa Anda ke dalam budaya dan komunitas yang benar-benar berbeda kemudian meningkatkan signifikansi dari kisah peringatan modern ini melalui hubungannya dengan Kevin Lovett. Point of Change bukan hanya film dokumenter biasa—film ini adalah narasi penuh dramatik yang memikat dan menarik Anda melalui penceritaan yang unik.”
Sustainable Film Award: Kewang – Nature’s Ancient Guardians, Indah Rufiati (Indonesia)
Kategori baru ini berfokus pada kekuatan penceritaan dalam mengatasi tantangan keberlanjutan yang mendesak. Ancient Guardian tidak hanya meningkatkan kesadaran, tetapi juga menginspirasi penonton untuk bertindak dan membuat perbedaan positif.
Aicef Cross-cultural Award: Sculpting the Giant, Banu Wirandoko, Rheza Arden Wiguna
Penghargaan Film Lintas Budaya diberikan kepada sepasang pembuat film narasi pertama atau kedua yang karyanya secara kokoh mengangkat tema lintas budaya.
Pernyataan dan Anggota Juri Balinale 2024:
Pernyataan Juri Kategori Film Kompetisi: "Kami sangat terkesan dengan kualitas kemampuan para finalis di kompetisi tahun ini. Setiap film menampilkan perspektif unik, menyelami berbagai budaya, cerita pribadi, dan isu sosial, yang menyoroti bakat dan kreativitas luar biasa dari seluruh dunia. Merupakan kehormatan menjadi bagian dari juri dan menilai karya-karya yang begitu sangat apresiatif."
Ben Vereen
Aktor Amerika peraih Tony Award-winning, penari dan penyanyi. Ben meraih popularitasnya melalui pertunjukan drama musikal Jesus Christ Superstar, di mana Ben mendapatkan nominee. Berikutnya di Pippin, Ben memenangkan Aktor Terbaik. Ben juga membintangi sejumlah program TV, termasuk perannya di karya sutradara George Moore berjudul ‘Chicken’ untuk miniseri berjudul Roots. Ben mendapatkan nomine di tahun 1977. Karya mutakhirnya di film karya Roland Joffe berjudul Gray House.
Sam Buckland
Director of Programming and International Engagement di Australian Film Institute
(AFI AACTA). Sam bertanggung jawab mengkurasi dan mengelola seluruh program secara global.
Selama lebih dari 25 tahun, Sam telah memproduksi ratusan judul yang berkaitan aktivitasnya di Australia dan luar negeri. Sebelum berganung dengan AACTA, Sam selama 10 tahun menjabat sebagai Direktur Film Eropa untuk AMPAS (Oscar), mewakili Academy untuk wilayah Eropa.
Amelia Hapsari
Orang Indonesia pertama yang masuk sebagai anggota Academy Motion Pictures Arts and Sciences (Oscar). Amelia aktif dalam produksi documenter, menyutradari dan produser sejak 2001. Menjabat sebagai Direktur Program In-Docs (2012 – 2020), Amelia mendukung film dokumen terbaik Asia melalui bimbingan, pendanaan dan distribusi ke seluruh dunia. Amelia juga memegang peran penting untuk program seperti Dare to Dream Asia, Good Pitch Southeast Asia 2017, Good Pitch Indonesia 2019, Docs By The Sea 2017 – 2020, IF/Then Southeast Asia 2019.
Josie Lin
Josie bergabung dengan Asia Film Awards Academy (AFAA), organisasi nirlaba yang didirikan pada 2015 oleh tiga festival film besar Asia – Busan, Hong Kong dan Tokyo International Film Festival.
Josie menjabat sebagai Direktur Eksekutif dan mitra industri dengan BAFTA melalui program-program unggulan yaitu Breakthrough. Terlibat dalam berbagai projek festival film internasional di Asia, Josie mendorong pertukaran antara perfilman Hong Kong dan penonton film Asia.
Balinale 2024 dibuka untuk penonton umum pada 1 Juni dengan pemutaran film Fly Me to the Moon(2023) oleh sutradara debutan Sasha Chuk. Produser dan Sutradara terkenal Stanley Kwan, menjelaskan kepada media akan pentingnya dukungan kepada bakat-bakat baru, ia bertindak sebagai produser Fly Me to the Moon, juga menghadirkan film restorasi 4K-nya , karya terbaiknya tahun 1991, Center Stage.
Festival tahunan ini berlangsung dari 1-7 Juni di Festival Screening Partner Cinepolis, Plaza Renon, Denpasar, Bali.
Pesta pembukaan di Festival Hotel & Venue Partner InterContinental Bali Sanur Resort diadakan bersama oleh Asian Film Awards Academy (AFAA), menampilkan perpaduan pertunjukan musik Putu Septa dengan gamelan Bali dan Won Pin Chu bersama Grammy Yeung dengan instrumen tradisional Tiongkok, yang memukau 200 tamu produser, pembuat film, pekerja kreatif dn pada kreator dalam suasana budaya Bali yang sangat intim.
Bali Film Forum tahunan Balinale mengadakan diskusi terbuka tanpa batas oleh para pelaku industri multinasional yang membahas Industri Film & Televisi dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Nasional, Sinema Asia Saat Ini, serta Akuisisi & Distribusi Konten Asli. Dimoderatori oleh Tantowi Yahya, mantan duta besar Indonesia untuk Selandia Baru, forum ini mengeksplorasi perluasan pasar, memaksimalkan kemampuan sumber daya, dan menjajaki bentuk kolaborasi produksi.
Acara ini mempertemukan lebih dari 70 peserta dari Australia, Selandia Baru, Hong Kong, Malaysia, Amerika Serikat, Inggris, India, dan Indonesia untuk mendengarkan kelompok panelis yang beragam, termasuk M Amin Abdullah (Direktur Musik, Film, dan Animasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, RI), Agus Maha Usadha (Wakil Ketua Kadin Bali), dan Samuel Hordern (Produser, Distributor, Filantropis – Australia), Reza Servia (Produser, Starvision Plus - Indonesia), Stanley Kwan (Sutradara & Produser - Hong Kong SAR), Sacha Chuk (Sutradara - Hong Kong SAR), Robert Ronny (CEO, Paragon Pictures - Indonesia), Sakti Parantean (Fremantle Indonesia), Felix Tsang (Golden Scene - Hong Kong SAR).
Dialog penuh semangat ini berfokus pada produksi film regional dengan kesepakatan bulat bahwa perluasan pasar industri film dan pengembangan bakat adalah hal yang esensial untuk memaksimalkan nilai dan dampaknya, sebuah sentimen yang digaungkan oleh anggota audiens, seperti pembuat film Indonesia terkenal Yosep Anggi Noen dan Putrama Tuta.
Produser Australia Samuel B Hordern mengatakan, “Peluang ekonomi mendasar bagi Indonesia sangat besar jika beberapa kebijakan pemerintah diperbarui untuk mendorong produksi asing.”
Produser Starvision Plus Reza Servia mengatakan, “Tren terkini dalam konten film global adalah koneksi sosial dan tema-tema yang menggabungkan berbagai genre, yang tampaknya dimulai sebagai komentar sosial dan berubah menjadi sesuatu yang lain. Bahkan Hollywood kini melihat pentingnya suara-suara dari luar.”
Pendiri Festival, Deborah Gabinetti mengatakan, Balinale memperhatikan tren global semacam itu dan potensi film untuk pertukaran budaya serta mendorong pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia.
“Festival ini bertujuan memanfaatkan kepopulerannya yang semakin meningkat untuk menarik film-film kelas dunia dan memposisikannya sebagai pusat kreativitas di Asia,” pungkasnya.