Indonesia Berkompromi dalam Negosiasi Pengaturan Pelaksana RI Vietnam

Iman Firmansyah Suara.Com
Sabtu, 25 Mei 2024 | 15:00 WIB
Indonesia Berkompromi dalam Negosiasi Pengaturan Pelaksana RI Vietnam
Ilustrasi Laut Luas (Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Delegasi RI harus menjaga kepentingan nasional, menolak mencapai kesepakatan safety zone dengan Vietnam yang akan merugikan Indonesia,” kata Arie Afriansya, Pakar Hukum Laut Internasional dari Universitas Indonesia pada Kamis (23/5/2024).

Fish aggregating devices (FAD)/Rumpon Isu lain yang perlu diwaspadai adalah definisi FAD. Vietnam berpendapat bahwa FAD perlunya didefinisikan sebagai struktur atau instalasi. Namun sebenarnya FAD adalah alat yang sangat mudah dilepas-pasang, tidak bersifat permanen, masa penggunaan FAD hanya beberapa bulan, jadi bukan struktur atau instalasi.

Hal yang perlu diperhatikan, jika FAD didefinisikan sebagai struktur atau instalasi, maka Vietnam akan menempati area operasi laut dan noanchoring area yang lebih luas di area tumpang tindih yurisdiksi, sehingga Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar dan juga berkurangnya mata pencaharian nelayan RI.

Saat ini aktivitas penangkapan ikan ilegal Vietnam semakin merajalela. Pada 4 Mei 2024, dua kapal Vietnam ditangkap oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Laut Natuna Utara, dan 15 ton ikan ilegal disita. Vietnam mencoba membingungkan definisi FAD, untuk terus memperluas wilayah penangkapan ikan ilegal dan menjarah sumber daya laut.

Menurut Marcellus Hakeng, “Tindakan Vietnam tidak hanya mengancam kedaulatan maritim Indonesia, tapi juga menciptakan kerugian signifikan terhadap ekonomi Indonesia dan mengakibatkan hilangnya akses penangkapan ikan bagi nelayan Indonesia yang seharusnya menjadi hak mereka.”

“RI perlu memastikan target maksimal dalam setiap putaran perundingan, dan tidak berkompromi dengan klaim Vietnam yang tidak masuk akal juga, " ujar Arif Afriansyah.

“Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis yang cermat untuk memperkuat posisinya dalam pertemuan teknis selanjutnya.

Pertama, mengimplementasikan diplomasi yang cermat, seperti pembentukan aliansi dengan negara lain melalui forum regional seperti ASEAN. Kedua, memanfaatkan platform-platform internasional sebagai sasaran advokasi untuk mengadvokasi kepentingannya dan penting konservasi sumber daya laut. Ketiga, berdasarkan hukum internasional, seperti UNCLOS 1982, menjaga kedaulatan maritim, melindungi kepentingan ekonomi dan lingkungan, serta mempromosikan pembangunan berkelanjutan lingkungan laut,” tegas Marcellus Hakeng.

Baca Juga: Pemerintah Jajaki Kerjasama dengan Belanda Bangun Tanggul Laut Pantura

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI