Suara.com - Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan beragam ekosistem yang luar biasa. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam beberapa dekade belakangan tentunya memiliki dampak yang signifikan, terutama terkait keberlanjutan fungsi lingkungan.
Isu-isu keberlanjutan ini merentang luas, mulai dari kenaikan laju konversi lahan karena pertumbuhan penduduk, hingga perubahan kecenderungan perilaku dan budaya masyarakat dalam mengonsumsi sumber daya alam.
Peningkatan laju konversi lahan mengakibatkan kecenderungan penurunan jasa Lingkungan Hidup yang berakibat pada daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup yang cenderung menurun serta biaya pemulihan lingkungan untuk mitigasi dampak dan risiko pembangunan yang semakin tinggi.
“Pencemaran udara, krisis air bersih, limbah berbahaya, hilangnya keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim menjadi tantangan yang menghantui era modern,” ungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya dalam Kick-off Meeting Panitia Antar Kementerian (PAK) Penyusunan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) pada Kamis (2/5/2024).
Baca Juga: Kegiatan DIY: Menuju Kehidupan Less Waste yang Ramah Lingkungan
RPP ini adalah amanat Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dimana aturan ini sudah digodok sejak 2010 dan diharapkan dapat segera ditetapkan sebelum penghujung akhir tahun ini.
Siti menjelaskan bahwa RPP ini merupakan langkah terobosan dan inovasi dari KLHK untuk mengatasi berbagai tantangan isu-isu keberlanjutan fungsi lingkungan yang kini dihadapi Indonesia seiring dengan berbagai upaya yang telah dilaksanakan oleh KLHK hingga tingkat tapak.
Melalui terobosan pada RPP ini mengedepankan konsolidasi data dan informasi untuk mendukung inventarisasi Lingkungan Hidup, berbasis pendekatan ekoregion, memperhatikan isu-isu nasional termasuk penyusutan ekosistem alami, dan skenario perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup nasional selama 30 tahun.
Beleid ini nantinya akan menjadi acuan dalam membangun strategi sistematis dan tata kelola jangka panjang sehingga dapat memitigasi dampak negatif pada ekosistem lingkungan Ibu Pertiwi. Keberlanjutan ini, lanjut Ibu Menteri LHK, tidak hanya berarti soal kecukupan (abundance) kuantitas dan kualitas, melainkan juga mencakup daya tahan (resilience).
RPP PPPLH mencakup 11 bab yang mengatur muatan-muatan penting, termasuk inventarisasi Lingkungan Hidup, penetapan wilayah ekoregion, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Pada RPP ini juga memuat penetapan RPPLH Nasional pada Pasal 35-38 serta Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari RPP ini.
Baca Juga: Bumi Semakin Panas dan Kotor! Yuk Cek Alternatif dari Produk Perusak Bumi
RPPLH Nasional memuat pokok-pokok gambaran situasi dan permasalahan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, skenario perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup berbasis pendekatan Ekoregion, dan pokok-pokok rencana per pulau dan/atau kepulauan.
Beberapa pokok-pokok muatan RPLLH Nasional yang dituangkan menjadi Kebijakan dan Strategi PPLH Nasional, antara lain:
1. Perlindungan wilayah yang memiliki fungsi sistem penyangga kehidupan dan kinerja jasa Lingkungan Hidup tinggi.
2. Pemeliharaan wilayah yang mengalami penurunan kualitas dan fungsi Lingkungan Hidup, termasuk pemulihan lingkungan dan pengendalian tekanan lingkungan.
3. Pendayagunaan nilai tambah sumberdaya alam di suatu wilayah.
4. Pemanfaatan wilayah dan sumberdaya alamnya berdasarkan kondisi daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup.
5. Pencadangan wilayah yang memiliki potensi sumberdaya alam.
6. Penerapan dekarbonisasi menuju net zero emission.
7. Peningkatan ketahanan dan resiliensi dampak perubahan iklim serta pengurangan risiko bencana.
Dengan pokok-pokok itu, jelas bahwa rencana ini merupakan langkah maraton, sebuah upaya jangka panjang dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dari sini, KLHK merumuskan empat unsur yang bisa menjadi landasan peta RPPLH, yakni pemanfaatan, pemeliharaan, pencadangan, dan perlindungan. Menteri LHK menegaskan bahwa dalam implementasinya dibutuhkan kolaborasi dan sinergi dari berbagai pihak, kementerian/lembaga, swasta, akademisi, hingga masyarakat sipil.
Oleh karena itu, dirinya meminta partisipasi aktif semua pihak untuk bersama-sama mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.