Suara.com - Kenegerian Sihotang adalah rumah bagi 917 keluarga dan merupakan destinasi wisata unggulan untuk wisatawan dalam negeri maupun mancanegara yang terletak di Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2022, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Samosir meningkat dua kali lipat mencapai angka 860.892, bila dibandingkan pada tahun 2019 sebesar 418.2711
Potensi pariwisata Kenegerian Sihotang di masa depan sangat tinggi, namun kesempatan ini masih menyimpan tantangan yang mendesak, seperti pengelolaan sampah dan bahan pangan. Hal ini terjadi karena jarak wilayah yang jauh dari kota dan medan jalan yang belum memadai untuk penjemputan sampah.
Akibat hal tersebut, sampah sebanyak 180 kg/hari yang dihasilkan dari pariwisata saat high season, dibakar secara terbuka atau dibuang ke sungai dan danau. Selain itu, sebanyak 50-70 kg/minggu komoditi lokal pisang singali-ngali siap panen terbuang sia-sia.
Melihat keterbatasan infrastruktur dan wawasan yang terjadi, Monica Oudang, Chairperson dari GoTo Impact Foundation (GIF), mengupayakan keterlibatan masyarakat, pemerintah lokal, startup, dan organisasi masyarakat sipil untuk menjawab permasalahan dan potensi di Kenegerian Sihotang.
Baca Juga: Pakar Sebut Metode RDF Takkan Bisa Atasi Permasalahan Sampah di Jakarta, Apa Sebabnya?
GIF sebagai organisasi penggerak dampak yang didirikan oleh Grup GoTo, bersama konsorsium changemakers dari Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE), meluncurkan proyek percontohan “Samosir Mallatam” yang bertujuan untuk mengelola sampah dan mengolah pangan lokal guna memberikan manfaat ekonomi di destinasi wisata Kenegerian Sihotang, Sumatera Utara.
“Melalui CCE, kami berusaha memobilisasi dan menyatukan para pembuat dampak, pendanaan, wawasan, dan keahlian untuk berinovasi bersama agar bisa menyelesaikan masalah iklim lebih cepat, berkelanjutan, dan dalam skala besar. Pada 2023, CCE bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (Kemenparekraf) sebagai mitra strategis dalam pengelolaan sampah di kawasan strategis destinasi wisata melalui intervensi ekonomi sirkular,” kata Monica dalam keterangannya.
Di gelombang kedua yang berlangsung sejak Maret 2023 ini, CCE menggabungkan 50 changemakers (pembawa perubahan) yang terdiri dari organisasi masyarakat sipil yang dekat dengan masalah di lapangan, serta startup sebagai pembuat model bisnis sekaligus penyedia teknologi.
Salah satu konsorsium terpilih, yang beranggotakan Roda Hijau dan Aksata Pangan, bergerak bersama Pemerintah Kabupaten Samosir dan jajaran dinas, Kecamatan Harian, Desa Hariara Pohan, Desa Siparmahan, Desa Dolok Raja, Desa Sampur Toba, dan Politeknik Wilmar Bisnis Indonesia, untuk menjalankan proyek Samosir Mallatam guna mengurangi potensi kerusakan lingkungan, sekaligus meningkatkan penghidupan masyarakat melalui pelibatan ke dalam rantai nilai pariwisata.
Laurence Ricardo P. Simanjorang, selaku perwakilan dari konsorsium penggagas proyek Samosir Mallatam, menjelaskan dampak nyata yang dihasilkan. Dalam kurun waktu satu tahun, proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, ekonomi kelompok yang terlibat, dan jumlah sampah yang terkelola, serta mengurangi potensi limbah dari bahan pangan melalui tiga solusi utama, yaitu:
Baca Juga: Meningkatkan Kualitas Sistem Pengumpulan Sampah dan Menjadikannya Menarik Bagi Investor
- Pembangunan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle) yang terintegrasi,
- Pembangunan Sopo Pangan sebagai tempat pengolahan komoditas pangan lokal yang berpotensi terbuang,
- Pendampingan pelatihan untuk memastikan solusi inovatif dapat dijalankan oleh kelompok masyarakat pengelola desa wisata.
Hingga 2025, konsorsium Samosir Mallatam menargetkan jumlah sampah anorganik yang diangkut sebesar 80%, jumlah sampah terkelola sebesar 100% dari total yang diangkut, dan pengurangan potensi susut pangan pisang singali-ngali saat musim panen dengan total sebesar 2 ton.