Suara.com - Mungkin belum banyak yang tahu mengenai Desa Golo Mori. Desa yang terletak di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu tadinya merupakan desa yang terisolasi. Namun, semuanya berubah setelah desa indah tersebut digadang untuk menjadi venue KTT ASEAN atau Asean Summit ke-42 pada Mei 2023 lalu.
Kini, desa di ujung terluar ke arah selatan Kota Labuan Bajo itu diusulkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), melalui pengelolaan sampah untuk pertanian regeneratif yang bisa meningkatkan ekonomi masyarakat lokal.
Pada 2022, Labuan Bajo dan wilayah sekitar masih menghadapi tantangan terkait 16 ton sampah yang masuk ke TPA setiap hari. Tak hanya itu, sekitar 70% masyarakat Desa Golo Mori bekerja sebagai petani sehingga kontribusi agrikultur terhadap perekonomian masih dominan. Namun, bila masyarakat Desa Golo Mori masih belum mempraktikkan pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan, peningkatan ekonomi dapat terhambat.
GoTo Impact Foundation (GIF) bersama konsorsium changemakers dari Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) meluncurkan proyek percontohan “Golo Mori: Todo Cama”, yang berarti “Tumbuh Bersama”. Proyek ini bertujuan untuk menjadikan Golo Mori sebagai desa berdaya penyangga.
Potensi Golo Mori menjadi KEK didaulat bisa mendorong Destinasi Pariwisata Super Prioritas Labuan Bajo menjadi pariwisata kelas dunia. Pertumbuhan pariwisata ini bisa menjadi peluang peningkatan ekonomi bagi Desa Golo Mori yang akan menjadi tetangga KEK.
Namun pertumbuhan ini juga bisa menjadi tantangan bagi masyarakat desa bila belum diimbangi dengan pelestarian lingkungan yang bebas dari sampah serta pengembangan agrikultur sebagai potensi ekonomi.
Dalam kunjungannya ke Golo Mori pada 6 Desember 2023, Angela Tanoesoedibjo, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, menyambut positif upaya GIF, konsorsium changemakers CCE, serta pemerintah dan masyarakat desa untuk menjadikan Golo Mori sebagai desa wisata penyangga yang tangguh dan berkelanjutan,
“Melalui pengelolaan sampah untuk pertanian regeneratif, kami berharap masyarakat bisa ikut terlibat dalam mendukung rantai nilai pariwisata, dan semoga nantinya perkembangan masyarakat bisa tumbuh bersama industri pariwisata,” katanya.
Sementara itu, Jeffri Ricardo, selaku perwakilan dari konsorsium penggagas Golo Mori: Todo Cama, menjelaskan bahwa proyek percontohan akan memberikan dampak nyata melalui empat solusi utama, yaitu:
- Pengelolaan sampah terpadu dengan membentuk sistem pengelolaan sampah yang meliputi kegiatan edukasi, serta pengadaan fasilitas mulai dari kotak sampah, TPS, penjemputan sampah, sampai pengolahan sampah organik dan anorganik.
- Ketahanan pangan masyarakat melalui pendampingan edukasi dan aplikasi pertanian regeneratif dengan prinsip ramah lingkungan, seperti adopsi prinsip permakultur, pemanfaatan energi terbarukan biochar cookstove, serta diversifikasi tanaman.
- Diversifikasi ekonomi melalui pengembangan ekonomi sirkular dari agribisnis sehingga bisa menjadi mitra usaha pelaku pariwisata yang berada di KEK dan Labuan Bajo untuk membantu masyarakat memiliki sumber penghasilan yang tidak hanya bergantung pada sektor pariwisata.
- Wisata aman berbasis masyarakat melalui investasi kemampuan dasar manajemen bencana pada masyarakat Desa Golo Mori berdasarkan data spasial yang dihasilkan.
Jeffri berharap, proyek percontohan tersebut dapat meningkatkan skor Desa Tangguh Bencana (Destana) dari level Pratama menjadi level Utama.
Baca Juga: Siapkan Generasi Muda Songsong Indonesia Emas 2045, IFG Dukung Labuan Bajo Youth Festival 2023
Tak hanya itu, ia juga menargetkan 100% pengelolaan sampah organik untuk kebutuhan pertanian, 2000 kg/bulan sampah anorganik menjadi bahan baku daur ulang dan dijual dalam bentuk kreasi produk yang bernilai ekonomi, serta peningkatan pendapatan rata-rata petani lokal sebesar 30% melalui praktik pertanian regeneratif dan permakultur.