"Pelajaran yang bisa kita ambil adalah orientasi pembangunan di sektor kedaulatan pangan sedang dilakukan oleh negara-negara di dunia ini. Tetapi Indonesia masih memilih jalan pintas, untuk impor bahan kebutuhan pangan dan Sembako. Ini karena adanya segelintir orang yang diuntungkan sebagai importir produk konsumsi," ungkap LaNyalla.
Oleh karena itu, sudah seharusnya Indonesia menerapkan secara utuh kedaulatan negara dengan cara kembali kepada asas dan sistem bernegara yang sesuai dengan falsafah dasar bangsa dan negara ini, yaitu Pancasila. Perlu diketahui, perubahan atau amandemen konstitusi yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 telah mengubah asas dan sistem bernegara Indonesia. Sejak saat itu, Indonesia mengadopsi sistem bernegara ala barat yang individualistik dan ekonomi yang semakin kapitalistik liberal.
Sistem ekonomi negara ini dikendalikan oleh ekonomi pasar. Negara tidak lagi total berdaulat atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Karena semua bisa diberikan kepada investor dalam bentuk konsesi lahan atau izin pertambangan.
Padahal konsep ekonomi kesejahteraan yang dirumuskan para pendiri bangsa, yang tertulis di dalam UUD naskah sebelum amandemen berikut penjelasannya, sama sekali bukan seperti itu. Negara justru memegang kendali untuk sektor-sektor kekayaan alam dan cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak. Sehingga ada batasan yang tegas, mana sektor publik yang harus dikuasai negara, dan mana sektor komersial yang boleh dikuasai orang per orang.
"Sehingga saya mendorong semua elemen bangsa ini, termasuk bapak dan ibu kepala desa melahirkan konsensus bersama agar kita kembali kepada sistem bernegara yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Dengan cara kita sepakati untuk kembali kepada UUD 1945 Naskah Asli, untuk kemudian kita perbaiki kekurangannya dengan cara yang benar melalui Teknik Adendum. Bukan dengan mengganti total sistem bernegaranya," ujar LaNyalla.
Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono mengatakan, wilayahnya sudah tidak ada desa tertinggal. Ony juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah menggunakan digital dalam mengelola desa.
"Kami juga menggenjot transparansi dengan menggunakan aplikasi, sehingga Alhamdulillah kepala desa kami tidak ada urusan dengan hukum. Setiap desa juga sudah terkoneksi, karena setiap desa punya forum sendiri di website. Jadi tidak ada gejolak di desa karena terdeteksi secara dini. Dengan kehadiran Pak Nyalla kami mohon arahan masukan bagi kami pemerintah kabupaten Ngawi, semoga kami menjadi lebih baik lagi," kata Bupati.
Dalam acara tersebut, Ekonom Politik Ichsanuddin Noorsy memaparkan, ada beberapa hal yang harus disiapkan Desa untuk menjaga desanya agar tetap berdaulat di berbagai aspek.
“Bikin sebuah badan yang menjadi pilar pelindung, penopang, agar saat nanti ada anggaran asing masuk ke Desa, ada penjaga dari serbuan itu. Jadi pilar itulah nanti yang melindungi dari investor-investor asing yang niatnya mau menyerbu desa tersebut. Jadi desa tetap mandiri dan kuat," kata Noorsy.
Baca Juga: Untuk Menuju Indonesia Bebas Kelaparan, Ketahanan Pangan Perlu Libatkan Generasi Muda
Sementara Dosen Politik UI, Mulyadi mengatakan, masyarakat desa itu harus juga melek politik. Dia setuju dengan apa yang dikatakan oleh Ketua DPD RI bahwa kedaulatan pangan harus dijaga dan semua berawal dari Desa. Mulyadi menilai sesungguhnya Desa itu harus mendapatkan otonomi penuh agar kedaulatan pangan terjaga.