Suara.com - Wakil Presiden RI ke-VI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, yang juga Panglima ABRI ke-IX membacakan dan menyerahkan Maklumat Presidium Konstitusi kepada perwakilan anggota MPR RI, di hadapan 1.349 elemen rakyat di Gedung Nusantara IV Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Maklumat tersebut berisi desakan kepada MPR RI untuk menggelar Sidang MPR dengan agenda tunggal mengembalikan sistem bernegara Indonesia sesuai rumusan pendiri bangsa yang termaktub di dalam UUD 1945 naskah asli atau sebelum dilakukannya amandemen pada tahun 1999 hingga 2002 silam.
Maklumat yang diserahkan Try Sutrisno dengan didampingi Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Guru Besar Filsafat UGM Prof Kaelan, Ketua Umum PP Pemuda Panca Marga Berto Izaak Doko, Wakil Perempuan Mirah Sumirat, serta wakil Ulama KH Fadholi Muh Ruham, diterima oleh anggota MPR RI, M Syukur (Jambi), Bustami Zainuddin (Lampung), Alirman Sori (Sumbar), Bambang Santoso (Bali), Fachrul Razi (Aceh) dan Sylviana Murni (DKI Jakarta).
Dalam paparannya, Try Sutrisno menyebut, meskipun penyampaian Maklumat Dewan Presidium Konstitusi tanpa dihadiri Pimpinan MPR RI, namun ia meminta kepada seluruh elemen rakyat yang hadir untuk tidak berkecil hati dan terus berikhtiar mengembalikan UUD 1945 naskah asli.
Baca Juga: Pengesahan Undang-Undang Perombakan Peradilan Israel, Ini Reaksi Amerika Serikat
“Kita pasti akan menemukan jalan. Faktanya, dengan kehadiran peserta yang berjumlah 1.349 ini, menunjukkan kesungguhan, ketaatan, kemuliaan, akan jalannya perjuangan rakyat Indonesia ini," tegas Try Sutrisno.
Menurutnya, jalannya pemerintahan saat ini sudah menyalahi pemikiran dan keinginan para pendiri bangsa. Maka, Try Sutrisno mengajak kepada seluruh elemen bangsa untuk meluruskan pikiran pada cita-cita luhur bangsa, sebagaimana termuat dalam UUD 1945 naskah asli yang berpedoman pada Pancasila.
"Demokrasi Pancasila harus kita kembalikan. Sekarang ini katanya lebih demokratis. Apanya yang demokratis? Demokrasi itu hanya sarana. Masing-masing ada landasannya yaitu budaya bangsa. Tak bisa disamakan dengan bangsa lain. Kok bisa keadaan salah ini dianggap lebih demokratis. Kita harus sadar, introspeksi kembali, segera kita bertaubat kembali ke jalan yang benar," tegas Try Sutrisno, seraya menyatakan jika meminjam istilah generasi milenial saat ini, adalah bangsa ini sedang tidak baik-baik saja.
Sejumlah tokoh ikut menyampaikan buah pikiran dalam orasinya. Mantan anggota Komnas HAM Prof Hafidz Abbas misalnya, menyebut bahwa para pendiri bangsa dan pahlawannya telah mewariskan kepada kita Pancasila dan UUD 1945 sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara. "Tak ada negara lain yang memilikinya. Tidak ada nilai yang lebih indah selain Pancasila dan UUD 1945 yang digali dari bumi Nusantara dan peradaban Nusantara," tutur dia.
Sementara mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari, menegaskan bahwa amandemen UUD 1945 pada tahun 1999-2002 benar-benar menghasilkan kebijakan yang meninggalkan kepentingan rakyat dan norma Pancasila. "Maka, saat ini juga kita harus segera kembali ke UUU 1945 naskah asli. Jangan ditunda, jangan nanti-nanti. Kita harus segera kembali ke UUD 1945 untuk memperbaiki nasib bangsa ini ke depan. Kami mendukung lima proposal kenegaraan DPD RI," tambah Siti Fadillah Supari.
Baca Juga: Jokowi Rapatkan Barisan Lawan UU Anti Deforestasi Eropa yang Buat RI Tekor
Pengamat Politik Dr Margarito Kamis, menegaskan tak dapat dipungkiri UUD 1945 sebelum dan sesudah diamandemen terdapat masalah. Hal tersebutlah yang menurutnya harus dibenahi.
Sedangkan Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono menyebut bahwa bangsa ini harus mencontoh negara lain, di mana amandemen tak mengubah tatanan dasar negaranya. "Maka, kembali ke UUD 1945 naskah asli adalah jalan paling benar dan tepat. Kalau ada penyesuaian, mari kita lakukan," tuturnya.
Guru Besar Ilmu Filsafat UGM, Prof Kaelan menjelaskan bahwa rakyat telah ditipu oleh elit pada tahun 1999-2002 yang menyebut akan melakukan amandemen konstitusi. "Amandemen itu lazimnya hanya satu atau dua pasal saja. Contohnya Amerika yang melakukan amandemen dengan teknik adendum, tentang Pasal berkaitan dengan HAM. Tapi amandemen 1999-2002 yang diubah itu 97 persen. Itu mengkhianati dan menipu rakyat. Diberi judul amandemen tapi faktanya mengganti," kata Prof Kaelan memaparkan hasil penelitiannya.
Mantan KSAD, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto menegaskan elemen TNI mulai dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU) mendukung penuh gerakan Dewan Presidium Konstitusi yang berkomitmen penuh mengembalikan kedaulatan rakyat dengan mengembalikan UUD 1945 naskah asli. "Semua mendukung acara ini. Amandemen UUD 1945 isinya hanyalah melawan Pancasila dan melawan hakekat berdirinya NKRI,” tukasnya.
Sultan Sekala Brak yang Dipertuan ke-23, Paduka Yang Mulia (PYM) Sai Batin Puniakan Dalom Beliau (SPDB) Pangeran Edward Syah Pernong mengatakan bahwa telah hadir sedikitnya 41 Raja dan Sultan Nusantara pada forum ini. Seluruhnya, kata PYM Edward, mendukung penuh gagasan kembali kepada UUD 1945 naskah asli.
Selain tokoh-tokoh di atas, sejumlah tokoh masyarakat yang hadir lainnya memiliki pandangan serupa yang mendukung kembalinya UUD 1945 naskah asli.
Adapun Maklumat Dewan Presidium Konstitusi yang dibacakan oleh Try Sutrisno berisi tiga poin. Pertama, mendesak dan meminta MPR RI menggelar Sidang MPR dengan Agenda Tunggal untuk Mengembalikan Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa melalui Penetapan Kembali Undang-Undang Dasar 1945 yang berlaku sebelum Perubahan di tahun 1999 hingga 2002, yang meliputi Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan.
Kedua, melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar yang berlaku sebelum Perubahan di tahun 1999 hingga 2002, sebagaimana dimaksud di atas, dengan teknik addendum, guna Menyempurnakan dan Memperkuat Kedaulatan dan Kemakmuran Rakyat dengan mengacu kepada semangat dan tuntutan Reformasi tahun 1998, dimana di antaranya adalah pembatasan masa jabatan presiden, penghapusan KKN dan penegakan hukum, serta mengacu kepada Proposal Kenegaraan DPD RI dan Kajian Akademik serta Empirik.
Ketiga, segera melakukan pengisian Utusan Daerah dan Utusan Golongan sebagai bagian dari anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang berasal dari elemen-elemen bangsa sebagai perwujudan Penjelmaan Rakyat yang utuh, serta membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Hadir dan mendukung Maklumat Presidium Konstitusi selain sejumlah tokoh yang disebut di atas, antara lain, Asrul Azis Taba (pengusaha), Batara R Hutagalung (sejarawan), Suko Sudarso (tokoh masyarakat), Ida R Kusdianti (perwakilan emak-emak), Prof Sofian Effendi (Mantan Rektor UGM), Chusnul Mar'iyah (aktivis perempuan), Romo Asun Gotama (Wakil Sekjen WALUBI), Laksamana TNI (Purn) Slamet Subianto (Mantan KSAL), Indra Bambang Utoyo (FKPPI), Nurhayati Assegaf (Mantan Anggota DPR), Gus Aam Wahab Hasbullah (cucu pendiri NU), KH Ali Badri Zaini (ulama Jawa Timur), Togar M Nero (perwakilan Pemuda Pancasila), Prof Son Diamar (ITB), Prof Daniel M Rosyid (ITS), dan sejumlah mahasiswa serta elemen masyarakat lainnya.