Suara.com - Dalam rangka mendukung Implementasi Kurikulum Merdeka, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjalin kerja sama dengan SHINTA VR, melalui salah satu brand-produknya, MilleaLab.
Kerja sama ini menjadi bukti kepedulian pemerintah yang senantiasa mengedepankan praktik literasi teknologi dalam tataran pendidikan secara luas.
Dalam hal ini, teknologi imersif melalui metode pembelajaran Virtual Reality yang telah dikembangkan oleh MilleaLab sejak 2019 mampu mendukung program Kurikulum Merdeka dalam mengedepankan potensi setiap peserta didik.
Pertemuan kerja sama antara Ditjen GTK Kemendikbudristek dengan MilleaLab dilaksanakan di Ruang Sidang Ditjen GTK Kemendikbudristek, Jakarta. Agenda pokok dalam pertemuan tersebut adalah Penandatangan Dokumen Perjanjian Kerja sama mengenai “Program Peningkatan Kompetensi Literasi Digital bagi Guru dan Tenaga Kependidikan.”
Dengan adanya kesepakatan ini, kedua belah pihak sepakat untuk memajukan kualitas pendidik yang berwawasan teknologi untuk mengoptimalkan kegiatan belajar mandiri bersama peserta didik di dalam negeri.
Pertemuan penandatanganan kerja sama ini turut menghadirkan sejumlah pihak terkait yang berperan dalam peningkatan kompetensi literasi digital, antara lain Andes Rizky (Direktur SHINTA VR, PT. Citra Wahana Teknologi), Jelita Cahyaningtiyas (Brand Owner MilleaLab), Temu Ismail (Sekretaris Ditjen GTK).
Selain itu, pertemuan ini juga disaksikan langsung oleh sejumlah penanggung jawab bidang di Kemendikbudristek, antara lain Direktur Guru Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Direktur Guru Pendidikan Dasar, Direktur Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Plt. Direktur Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Tenaga Kependidikan, serta perwakilan dari Pokja atau Tim Kerja Bidang Kemitraan satker dilingkungan Ditjen GTK.
Penandatanganan kerja sama ini memperlihatkan peran pemerintah dalam membuat terobosan yang solutif untuk menjawab tantangan literasi era digital saat ini. Pemerintah meninjau bahwa pendidik adalah subjek utama yang perlu didukung secara optimal agar implementasi Kurikulum Merdeka dapat maksimal.
Tanpa kesadaran tersebut, wawasan pendidik terkait dunia digital dapat tertinggal dengan kecenderungan peserta didik yang mayoritas merupakan Gen Z dan Gen Alfa.
Baca Juga: SI-UK Indonesia Terus Buka Akses dan Peluang Bagi Para Pelajar Tanah Air
Dalam program kerja sama, MilleaLab, selaku mitra, akan bekerja penuh membantu pemerintah dalam meningkatkan kompetensi literasi digital yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila dalam kerangka acuannya, yaitu Kurikulum Merdeka.
MilleaLab akan membuat pengayaan praktis bagi para pendidik di Indonesia untuk terlibat dalam praktik bagi pendidikan yang menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran kontekstual sesuai perkembangan teknologi imersif terapan mutakhir. Harapannya, para pendidik dalam menciptakan pembaharuan bahan ajar sesuai dengan semangat kreativitas di Platform Merdeka Mengajar.
Menyikapi program ini, Andes Rizky, Direktur SHINTA VR, menyatakan bahwa penandatanganan kerja sama memperlihatkan relevansi inovasi teknologi yang SHINTA VR kerjakan dengan ancangan literasi digital yang Kemendikbudristek persiapkan.
“Sekali lagi, MilleaLab membuktikan kontribusinya terhadap pendidikan teknologi di Indonesia. Dengan mengedepankan metode Virtual Reality, MilleaLab mendukung sepenuhnya agenda peningkatan literasi digital yang dicanangkan dalam Kurikulum Merdeka. Teknologi imersif adalah solusi nyata pendidikan hari ini,” ujar Andes Rizky.
MilleaLab berperan sentral dalam mengantisipasi tantangan yang dihadapi pendidikan. Sekiranya, MilleaLab mencatat dua hal yang menjadi tantangan yang melatari kerja sama ini, yaitu (1) kurangnya literasi digital bagi pendidik dan (2) keterbatasan anggaran teknologi pendidikan.
Faktor pertama tersebut mengindikasikan bahwa kualitas pendidik di Indonesia perlu ditingkatkan secara masif. Hal inilah yang selama ini telah dikerjakan MilleaLab melalui Pendekar VR, suatu komunitas yang mewadahi guru-guru atau tenaga pendidik yang mempraktikkan pembelajaran Virtual Reality di dalam kelas belajar masing-masing.
Pendekar VR tersebar di seluruh wilayah strategis di pulau-pulau Indonesia. Dengan rekam jejak tersebut, MilleaLab ingin mengentaskan masalah pendidik di ranah pendidikan sesuai UNESCO ICT Competency Framework for Teacher; knowledge acquisition, knowledge deepening dan knowledge creation.
Melalui Pendekar VR, setidaknya rintisan tersebut dapat meningkatkan Indeks Literasi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di kemudian hari. Dalam arti itulah, teknologi berfungsi menjadi pengakselerasi dalam menghadapi segala keterbatasan yang ada.
Salah satunya adalah keterbatasan anggaran teknologi pendidikan di konteks Indonesia. Faktor kedua tersebut menunjukkan bahwa teknologi imersif sangatlah mungkin menjangkau akses yang selama ini menjadi problem primer dalam pendidikan.
Teknologi imersif yang SHINTA VR kontribusikan selama ini telah memperlihatkan bahwa Virtual Reality dapat mengatasi masalah pemborosan anggaran pengadaan sarana dan infrastruktur pendidikan sementara.
Dalam kapasitas itulah, teknologi imersif dapat menjawab tantangan literasi digital yang sebenarnya. Jika pembangunan sarana dan infrastruktur fisik memakan biaya luar biasa, maka teknologi imersif dapat menjadi alternatif penghematan program pemerintah ini. Teknologi imersif, dengan kata lain, adalah solusi yang paling jitu untuk menjangkau sasaran dan target yang ingin dicapai melalui kerjasama antara Kemendikbud Ristek dan MilleaLab.
Sejumlah wilayah yang menjadi target sasaran dalam program kerja sama Kemendikbudristek dengan MilleaLab adalah daerah-daerah dengan Indeks Literasi Digital dan Numerasi di bawah rata-rata Indeks Nasional sesuai data Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo dan Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek.
Pembagian sasaran wilayah menjadi 3 bagian, yakni Wilayah Barat, Wilayah Tengah, dan Wilayah Timur dengan total cakupan wilayah yang terdiri dari 12 Provinsi dan 30 Kabupaten/Kota.
Sementara itu, persentase perbandingan serapan peserta dari wilayah Kota dan Kabupaten/Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) sebesar 70% berasal dari Kota dan 30% berasal dari Kabupaten/Daerah 3T.
Persentase ini memperlihatkan bahwa peningkatan literasi digital memang merupakan urgensi yang riil bagi pendidikan kita dewasa ini. Maka, fokus utamanya adalah membuat pengayaan kepada para pendidik di sejumlah wilayah 3T tersebut untuk terus diasah wawasan teknologi imersifnya.
Tercatat sejumlah 3.000 pendidik yang dibagi menjadi 1.000 peserta per wilayah (barat, tengah, dan timur) yang terdiri dari seluruh pendidik jenjang dari jenjang PAUD, TK, SD, SMP hingga SMA/SMK.
Diharapkan para pendidik tersebut dapat menjadi kolaborator dalam program literasi digital yang dikerjakan MilleaLab. Dalam hal ini, MilleaLab ingin mengedepankan keterlibatan aktif para pendidik untuk saling berinovasi meningkatkan kompetensinya melalui platform pembelajaran Virtual Realitysecara kolaboratif.
Terdapat empat turunan praktis program literasi digital yang dicanangkan, antara lain (1) pengenalan teknologi imersif sebagai media pembelajaran dan penggunaannya dalam dunia pendidikan, (2) perancangan konsep bahan ajar berbasis teknologi imersif, (3) pengembangan bahan ajar berbasis teknologi imersif, dan (4) praktik baik implementasi bahan ajar berbasis Virtual Reality.