Senada, Ekonom sekaligus Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengingatkan kebijakan pengendalian impor e-commerce penting, tapi perlu dilihat ekses dari regulasi, di mana batas minimal 100 USD per barang berpeluang memunculkan barang impor ilegal. Bhima berpendapat seharusnya pengaturan predatory pricing dipertegas pemerintah dalam revisi regulasi existing. Bukan hanya merugikan pelaku UMKM, kebijakan tersebut ditekankannya berpotensi menghilangkan pendapatan negara.
“Dari mulai kehilangan PPN, PPh Badan, PPh karyawan. Mungkin bisa lost 40-50 triliun per tahun hanya dengan larangan 100 dolar,” Bhima berkomentar.
Ia menilai kebijakan diambil pemerintah ini tak memikirkan secara matang ekses ditimbulkan dan tak melibatkan semua stake holder. Kebijakan itu bahkan disebutnya lebih condong diambil karena anggapan populis jelang Pemilu 2024.
“Kebijakan ini membingungkan. Masalah pajak, Kementerian Keuangan dan bea cukai harus bicara. Pengaruh tax avenue harus dipikirkan. Kementerian tenaga kerja harus angkat bicara, ada UMKM mempekerjakan karyawan, akan ada lay off,” tukasnya seraya menuturkan larangan impor di bawah USD 100 sebagai bentuk ultra proteksionis yang justru berbeda dengan komentar Presiden Joko Widodo mengenai UMKM di tingkat ASEAN.
Keluhan atas wacana larangan impor di bawah USD 100 disampaikan Gita Dwi Ayu Putri, founder Wax Beauty Salon Serang dan Padeglang. Gita menyampaikan dalam 80 persen pengadaan alat dan barang untuk aktivitasnya mengandalkan impor karena tak adanya keterediaan di dalam negeri. Bila larangan benar-benar diterapkan, dirinya memastikan sebagian karyawan terpaksa di PHK karena aktivitas usaha yang melibatkan barang impor tak lagi dilakukan. Gita memprediksi banyak pelaku usaha yang akan menutup bisnisnya jika kebijakan tersebut diberlakukan karena beberapa produk tak terpenuhi dari dalam negeri.
Rossa Novitasari, Kepala Bidang Investasi UKM, Pada Asisten Deputi Bidang Pembiayaan dan Investasi UKM, Kementerian Koperasi dan UMKM berdalih revisi Permendag dimaksudkan agar UMKM, produsen dan masyarakat dapat terlindungi dalam ekosistem digital. Ia berharap adanya masukan yang konkrit dari stake holder kepada pemerintah sehingga kebijakan diambil akan baik untuk negara dan khususnya pelaku UMKM.