Suara.com - Apa yang membuat seseorang bisa sukses?
Faktor utama, karena ia menekuni bidang yang diminati. Seseorang belajar sesuai minat atau bekerja sesuai passion-nya.
Minat adalah potensi diri seseorang, yang tertarik pada bidang tertentu. Orang yang belajar karena terpaksa, maka hasilnya tidak maksimal.
Kasus 1, ada seorang siswa SMA lulusan terbaik dan ia bercita-cita kuliah di teknik sipil, tetapi orangtuanya memintanya menjadi dokter. Akhirnya dengan terpaksa, ia kuliah di kedokteran.
Baca Juga: 4 Dampak Buruk Salah Jurusan Kuliah, Pernah Mengalaminya?
Tahun pertama kuliah ia stres, karena tersiksa dengan ilmu yang tidak disukainya. Untungnya, ia selamat tidak kena drop out.
Tahun kedua ia berhasil berdamai dengan dirinya sendiri bahwa itu sebagai jalan untuk membalas budi orangtuanya. Ia lalu berhasil lulus sebagai dokter dan jadi dosen, malahan jadi guru besar di kampusnya.
Kasus 2, ada orangtua yang dua-duanya berprofesi sebagai arsitek dan ingin anak perempuannya juga jadi arsitek. Mereka mengabaikan minat anaknya yang menyukai memasak.
Anaknya itu lalu kuliah pada jurusan arsitektur. Pada semester ke-6, anak itu mogok, tidak mau melanjutkan kuliahnya dan akhirnya drop out.
“Sangat penting bagi orangtua maupun guru untuk mengetahui minat anak atau siswa, sehingga mereka bisa membantu mengarahkan anak dan siswa memilih jurusan sekolah maupun kuliah,” ujar Arnita Kusumaningrum, psikolog dari Bipi Consulting.
Baca Juga: 5 Tanda Salah Jurusan Kuliah, Pernah Mengalaminya?
Pada kasus pertama, orang itu akhirnya sukses walau berkecimpung di dunia yang bukan minatnya, dan yang seperti ini sangat sedikit. Sedangkan di kasus kedua gagal total, karena kuliah bukan pada bidang yang diminati, dan kasus seperti ini lebih mendominasi.
Pada kasus kedua itu, orangtua dan anaknya bukan saja mengalami kerugian berupa biaya dan waktu, tetapi juga kerugian moril. Sudah ratusan juta rupiah yang digelontorkan untuk membiayai kuliahnya, tiga tahun kuliah hasilnya sia-sia saja.
Kasus pertama lebih berupa keberuntungan dan sangat sulit ditiru, sedangkan kasus kedua sangat banyak, sangat mudah dicari di sekeliling kita, dan ini terjadi karena orangtua atau siswa itu “membuta tentang minat” yang akhirnya disesali kemudian.
Ini terjadi karena ego orangtua yang lebih mengutamakan gengsi. Orangtua yang tidak mengenali minat anaknya, atau si anak memang juga tidak tahu minatnya, sehingga hanya ikut-ikutan teman dan akhirnya gagal di tengah jalan.
Orang yang berkecimpung di bidang yang diminati akan bersemangat, tidak mengenal lelah, serta selalu belajar agar dirinya menjadi lebih maju di bidangnya. Sayangnya, penelusuran minat di Indonesia lebih terlambat di banding negara-negara maju.
Penjurusan baru ada setelah tingkat SLTA, masuk SMK jurusan otomotif, grafis, marketing, dan sebagainya. Sedangkan di SMA kelas dua baru disuruh memilih jurusan IPA, IPS, atau bahasa, dan itu lebih berdasar nilai daripada peminatan.
Sedangkan di negara maju, minat anak sudah dipantau sejak taman kanak-kanak, selain mengajar guru juga mengamati, misalnya siswa A sangat suka menggambar (minat seni rupa), siswa B suka menyanyi (minat musik), siswa C suka mobil-mobilan (minat otomotif). Dari situ, si anak dan orangtuanya sejak awal sudah tahu ke mana nanti akan memilih jurusan yang menunjang profesinya kelak.
“Ketertarikan seseorang pada bidang tertentu jika diikuti dengan pengembangan diri di bidang tersebut, baik dengan sekolah, kuliah, kursus, magang, atau lainnya maka dapat menjadi potensi yang luar biasa,” tambah Arnita.