Setengah Tahun Pasca Kenaikan Cukai, Ini Harapan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia

Ririn Indriani Suara.Com
Selasa, 01 Agustus 2023 | 19:50 WIB
Setengah Tahun Pasca Kenaikan Cukai, Ini Harapan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia
Produk rokok kretek dari industri rokok tanah air. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) 2023 – 2024 menuai banyak sorotan sebagai kebijakan multitahunan yang anyar bagi industri.

Salah satu sorotan tersebut datang dari pelaku industri hasil tembakau (IHT) sebagai pihak terdampak, khususnya segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja sebagai pelinting.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono menyoroti kenaikan cukai SKT sebesar 5% yang berlaku untuk tahun 2023-2024.

"Kami pada prinsipnya mengapresiasi upaya pemerintah memberikan kepastian usaha lewat kebijakan kenaikan cukai 2 tahun. Terlebih kenaikan cukai SKT lebih rendah dibandingkan kenaikan cukai rokok buatan mesin,” katanya.

Baca Juga: Rugikan Negara Rp 353 M, Bareskrim Tetapkan ASN Kemenperin dan Bea Cukai Tersangka Kasus Pendaftaran IMEI Ilegal

Namun Hananto mengharapkan adanya perhatian dan perlindungan lebih bagi sektor padat karya ini yang memiliki serapan tenaga kerja besar. Menurutnya kenaikan 5% masih tinggi. Idealnya cukai SKT tidak naik sebagai bentuk perlindungan konkret bagi SKT.

“Harap diingat, SKT memiliki peran signifikan sebagai pilar ekonomi masyarakat. Apalagi mengingat 98% pekerja SKT ini adalah perempuan dengan keterbatasan pendidikan dan ekonomi, yang merupakan tulang punggung keluarga,” ujarnya.

Hananto mengungkap, kebijakan kenaikan CHT berdampak pada biaya dan beban operasional sebuah pabrikan. Tekanan kenaikan cukai akhirnya membuat pabrikan dihadapkan pada pilihan untuk melakukan efisiensi biaya dengan merumahkan sebagian pekerjanya, atau bahkan terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah bisa istiqomah menerapkan kebijakan perlindungan SKT ini.

“Dalam artian tidak ada perubahan di tengah jalan. Sebab, jika di tengah-tengah berubah, artinya pemerintah menunjukkan tidak komitmen dan konsisten terkait kebijakan yang berdampak pada jutaan penghidupan dan menghilangkan kepastian usaha yang diberikan,” kata Hananto.

Baca Juga: Jamaah Haji Asal Makassar Ngaku Diminta Pajak Saat Bawa Emas dari Arab Saudi, Begini Penjelasan Bea Cukai

Senada, Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Daerah Istimewa Yogyakarta (FSP PD DIY RTMM-SPSI) Waljid Budi Lestarianto juga mengomentari kebijakan cukai bagi SKT.

“Kebijakan cukai selalu menimbulkan keresahan di kalangan teman-teman SKT, yang di tingkat pembahasan kebijakan pun tidak pernah dilibatkan. Padahal selain aspek kesehatan, ada aspek sosial dan kesejahteraan pekerja yang perlu didengar,” ungkap Waljid.

Sebagai perwakilan pekerja tembakau, Waljid mengungkapkan dukungan dan apresiasi kepada pemerintah untuk kebijakan CHT, terutama pada perlindungan segmen padat karya. Ia berharap ke depannya Pemerintah selalu melibatkan unsur tenaga kerja dalam perumusan kebijakan.

Waljid juga berharap kebijakan yang berkaitan dengan sektor pertembakauan dapat melibatkan pekerja dan mempertimbangkan kesejahteraan baik dari sisi keterampilan maupun ekonominya.

“Ke depannya kami juga berharap ada pertimbangan terkait cukai di angka 0% atau tidak ada kenaikan cukai untuk produk SKT,” tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI