Suara.com - Perubahan iklim mengacu pada perubahan jangka panjang iklim bumi, terutama perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil.
Gas yang dilepaskan ini akan menangkap panas di atmosfer dan menyebabkan peningkatan suhu global, yang menghasilkan berbagai dampak negatif pada kesehatan manusia, lingkungan, dan ekonomi.
Beberapa dampak negatif dari perubahan iklim menyebabkan bencana alam seperti badai, kekeringan, dan banjir, yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan kerusakan properti.
Perubahan iklim juga mempengaruhi produktifitas pertanian dan keamanan pangan, karena pola cuaca yang berubah membuat sulit untuk menanam tanaman dan memelihara hewan ternak. Hal ini juga dapat menyebabkan penyebaran penyakit dan ancaman terhadap populasi manusia.
Baca Juga: Dekarbonisasi Jadi Solusi Menghadapi Perubahan Iklim Global
Memahami hal tersebut, Honeywell siap mendukung industri-industri di Indonesia untuk menurunkan emisi CO2 mereka dengan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon) yang telah teruji.
Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan kerangka peraturan pemerintah untuk mendorong penangkapan dan penyimpanan karbon dioksida hingga pengunaannya.
Teknologi dan solusi CCUS yang dihadirkan Honeywell termasuk manajemen emisi dari hulu hingga hilir bagi industri-industri beremisi tinggi seperti minyak dan gas, energi, baja, semen, kilang, bahan kimia, dan petrokimia.
Dengan teknologi tersebut, pelaku industri dapat mendeteksi, mengukur, memantau, dan memitigasi lebih dari 20 gas rumah kaca. Saat ini, perusahaan-perusahaan mancanegara yang menggunakan teknologi CCUS sanggup menangkap 40 juta ton CO2 per tahun, atau setara dengan emisi lebih dari 8,6 juta mobil.
Steven Lien, Presiden Honeywell Asia Tenggara dan Chief Commercial Officer High Growth Regions menjelaskan teknologi CCUS siap untuk menangkap emisi karbon dioksida dari proses industri dan menyimpannya di bawah tanah agar dapat digunakan untuk beragam aplikasi.
Baca Juga: Perubahan Iklim Akibatkan 700 Hektar Daratan Jadi Laut, Emisi Karbon Harus Dikurangi
"Ini seperti pengambilan minyak bumi atau menjadi bahan baku untuk produksi bahan bakar sintetis yang berkelanjutan," ujar dia.
Terlebih Indonesia memiliki banyak sumber industri CO2, seperti pembangkit listrik tenaga batu bara, pengolahan gas alam, kilang minyak dan pabrik kimia.
Dengan banyaknya sumber daya penyimpanan geologis yang berpotensi menjadi lokasi penangkapan karbon di penjuru negeri, beberapa proyek terkait telah dimulai dan sebagian besar ditargetkan untuk mulai beroperasi sebelum tahun 2030.
“Indonesia memiliki formasi geologi yang dapat digunakan untuk menyimpan karbon secara permanen dengan menggunakan teknologi yang tepat,” kata Dr. Luky Yusgiantoro, Staf Ahli Ketua SKK Migas.