Suara.com - Cendikiawan Kuntjoro Pinardi memiliki cerita menarik terkait pilihan hidupnya yang rela meninggalkan kenyamanan saat tinggal di Swedia. Mantan Dirut PT PAL ini lebih memilih membangun Desa Wehali, salah satu desa terpencil di Papua yang kesulitan mendapatkan listrik.
Kuntjoro Pinardi merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jurusan Teknik Nuklir. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di beberapa universitas teknik terkemuka dunia. Misalnya Delft University of Technology di Belanda, kemudian Chalmers University of Technology di Swedia. Di kedua kampus ini ia masing-masing menyelesaikan pendidikan master dan juga doktor.
Kurang lebih 20 tahun Kuntjoro berkuliah dan berkarier di luar negeri. Berbekal kemampuannya, ia pun mendapatkan banyak pencapaian. Termasuk salah satunya adalah menjadi seorang guru besar madya di sebuah kampus di Swedia. Kuntjoro bahkan sampai mendapatkan permanent resident dari pemerintah Swedia.
Meski menjalani hidup yang nyaman dan mapan di negeri kaya, Kuntjoro Pinardi rupanya tidak pernah melupakan Indonesia di hatinya. Kembali ke Indonesia, Kuntjoro mengerjakan beberapa proyek penting. Salah satunya yang paling menarik perhatian adalah bagaimana ia membangun sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Desa Wehali, Papua.
Baca Juga: Deretan Tokoh Ini Membela Al-Zaytun, Pengacara Brigadir J hingga Pablo Benua
Dalam pengerjaannya proyek ini cukup menguras emosi, tenaga, dan biaya. Pertama lokasi yang akan dibangun berada di daerah pegunungan sehingga ia perlu berputar otak untuk mengangkut bahan baku pembuatan pembangkit listrik ini. Kuntjoro juga hanya membawa beberapa orang saja, untuk membantunya mengejarkan proyek tersebut. Padahal program ini punya target bisa membangun sebuah PLTMH yang sanggup menghasilkan daya 120.000 atau setara dengan 1000 rumah teraliri listrik.
Meski mengalami banyak kesulitan dan menemukan banyak kendala, tetapi saat itu ia berhasil melakukan upaya yang luar biasa dan jadi bukti jika digerakkan dengan hati maka masyarakat sekitar akan dengan senang hati membantu. Jadi untuk mengangkut material yang beratnya ratusan ton ia meminta bantuan kepada warga sekitar. Tak kurang dari seratus ibu-ibu membantu, sehingga singkat cerita semua material siap untuk disusun sedemikan rupa di lokasi proyek.
Apa yang dikerjakan Kuntjoro di tahun 2011 ini ternyata masih bisa dinikmati manfaatnya oleh masyarakat hingga sekarang. Maka tak heran jika namanya akan terus bergaung di sana sebagai orang yang membawa pelita di gelapnya dusun tersebut. Menjadi pilihan yang tidak mudah tentu saja. Namun pengorbanan seorang Kuntjoro Pinardi nampaknya berbuah manis.