Suara.com - Air merupakan zat gizi dengan kontribusi terbesar dalam tubuh. Sebanyak dua pertiga tubuh manusia terdiri dari air, yang perannya sangat krusial untuk menjaga kesehatan dan memastikan tubuh dapat berfungsi dan berkembang secara optimal.
Nutrisi yang terkandung dalam air juga dipengaruhi oleh kualitas dari sumber air tersebut. Sumber air minum yang terjaga akan menghasilkan kualitas air yang baik, dan membawa dampak positif pula bagi tubuh manusia.
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ratnayani, SP, M.Biomed, Pakar Gizi Universitas Binawan, yang disampaikan dalam "International Symposium on Food and Nutrition, Expo, and Award (ISFANEA) 2023" bertema “Safe Drinking Water And Stunting : Is It Related?”. Acara ini diselenggarakan oleh Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan Indonesia) di Institut Pertanian Bogor Convention Center.
Dr. Ratnayani memaparkan, air merupakan zat gizi dengan kontribusi terbesar dalam tubuh. Sebanyak dua pertiga tubuh manusia terdiri dari air yang perannya sangat krusial untuk menjaga kesehatan dan memastikan tubuh dapat berfungsi dan berkembang secara optimal. Nutrisi yang terkandung dalam air yang kita konsumsi juga dipengaruhi oleh kualitas dari sumber air tersebut. Sumber air minum yang terjaga, akan menghasilkan kualitas air yang baik dan tentunya membawa dampak positif pula bagi tubuh manusia.
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ratnayani, SP, M.Biomed, Pakar Gizi Universitas Binawan yang turut disampaikan dalam acara International Symposium on Food and Nutrition, Expo, and Award (ISFANEA) 2023 yang bertemakan “Safe Drinking Water And Stunting : Is It Related ?”. Acara ini diselenggarakan oleh Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan Indonesia) di Institut Pertanian Bogor Convention Center.
Pada kesempatan tersebut, Dr. Ratnayani memaparkan hasil dari studi komparatif cross-sectional yang menganalisis hubungan antara mikrobiota dalam usus dengan kondisi stunted atau perawakan pendek pada anak yang tinggal di area kumuh Jakarta serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, termasuk WASH (Water Access, Sanitation, and Hygiene). Salah satu aspek yang juga difokuskan pada studi ini adalah sumber air yang dikonsumsi oleh anak-anak tersebut.
“Jumlah mikroba patogen pada anak dengan kondisi stunted terbukti lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak memiliki kondisi tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk sumber air yang dikonsumsi,” ujar Dr. Ratnayani.
Studi ini dilakukan di salah satu kelurahan di wilayah Jakarta Utara sejak November 2021 hingga Juni 2022 dengan mengambil sampel anak berusia 2 sampai 5 tahun (pengidap stunted dan bukan pengidap stunted) dan tidak mengonsumsi antibiotik setidaknya satu bulan sebelum studi dilaksanakan. Analisis studi mikrobiota pada usus dilaksanakan pada Human Cancer Research Center-Indonesia Medical Education and Research Institute (HCRC-IMERI) dan PT. Genetica Science.
Dr. Ratnayani mengemukakan hubungan antara kualitas sumber air minum yang dikonsumsi oleh anak-anak dalam sampel yang ditentukan dengan komposisi mikrobiota usus mereka, yang mempengaruhi resiko mereka mengalami stunted atau tidak. “Ketika diteliti lebih dalam, kualitas sumber air minum berkaitan dengan lingkungan hidup anak. Pada penelitian ini, anak yang tinggal di area kumuh cenderung mencukupi kebutuhan air minum hariannya dengan mengonsumsi air yang berasal dari sumber yang seringkali kurang terjaga kualitas dan kebersihannya, misalnya dari air isi ulang,” jelasnya.
Air isi ulang umumnya berpotensi mengandung lebih banyak bakteri yang mampu membawa penyakit seperti e.Coli, yang dapat berimplikasi pada meningkatnya risiko terjadinya stunted pada anak.
“Jumlah mikroba patogen pada anak dengan kondisi stunted terbukti lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak memiliki kondisi tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk sumber air yang dikonsumsi,” ujarnya.
Studi ini dilakukan di salah satu kelurahan di wilayah Jakarta Utara sejak November 2021 hingga Juni 2022, dengan mengambil sampel anak berusia 2 sampai 5 tahun (pengidap stunted dan bukan pengidap stunted) dan tidak mengonsumsi antibiotik setidaknya satu bulan sebelum studi dilaksanakan. Analisis studi mikrobiota pada usus dilaksanakan pada Human Cancer Research Center-Indonesia Medical Education and Research Institute (HCRC-IMERI) dan PT. Genetica Science.
Dr. Ratnayani mengemukakan hubungan antara kualitas sumber air minum yang dikonsumsi oleh anak-anak dalam sampel yang ditentukan dengan komposisi mikrobiota usus mereka, yang mempengaruhi resiko mereka mengalami stunted atau tidak.
“Ketika diteliti lebih dalam, kualitas sumber air minum berkaitan dengan lingkungan hidup anak. Pada penelitian ini, anak yang tinggal di area kumuh cenderung mencukupi kebutuhan air minum hariannya dengan mengonsumsi air yang berasal dari sumber yang seringkali kurang terjaga kualitas dan kebersihannya, misalnya dari air isi ulang,” jelasnya.
Air isi ulang umumnya berpotensi mengandung lebih banyak bakteri yang mampu membawa penyakit seperti e.Coli, yang dapat berimplikasi pada meningkatnya risiko terjadinya stunted pada anak.
Sebaliknya, anak yang mencukupi kebutuhan air minum hariannya menggunakan sumber yang lebih berkualitas misalnya air galon pabrikan dan bermerek, secara umum memiliki kelimpahan bakteri baik di dalam tubuh, seperti Bifidobacterium, Blautia dan Lactobacillus, yang dapat meminimalisir kemungkinan risiko stunted.
Baca Juga: Sering Tidak Nafsu Makan? Ini 3 Zat Gizi yang Bisa Menambah Nafsu Makan