Suara.com - Guru menjadi penentu keberhasilan tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal, peran guru sangat penting. Karena 45-50 persen kesuksesan peserta didik akan bergantung pada peran guru.
Guru diharapkan memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu memilih media pembelajaran yang tepat. Agar peserta didik mampu menggali minat dan bakat demi mencapai kesuksesan masa depannya.
Koordinator Pengawas Madrasah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pasuruan, Dra Choyatin Nasucha M.Pd. mengatakan, guru saat ini masih menggunakan pola pendekatan pembelajaran berbasis guru (teacher centered learning). "Guru masih berfokus pada pembelajaran berbasis ceramah, menghafal dan mencatat. Paradigma inilah yang harusnya diubah," kata Choyatin yang akrab disapa Titin ini.
Sejak tahun 2006 menjadi pengawas madrasah, Titin melihat guru masih gagap atau grogi dalam pembelajaran peserta didik. Mereka juga masih berkutat pada administrasi pembelajaran apa adanya. Sehingga yang dilakukan dan yang tertulis berbeda.
Baca Juga: Dua Dosen UMP Terima Program Kemitraan Dosen LPTK di Banyumas dan Purbalingga
Selain itu, guru menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) bukan buatan guru sendiri. "LKS hanya sebagai lembar evaluasi, bukan lembar kerja karena hanya mementingkan siswa menjawab dengan benar, bukan proses," kata Titin.
Pemilik gelar M.Pd. dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung ini juga menyoroti masih banyak kepala madrasah hingga guru yang belum mumpuni menggunakan perangkat teknologi dan digitalisasi. Seperti lemahnya penguasaan information and technology, Canva, Classpoint, Quizzes, hingga Microsoft Office 365. "Padahal hal tersebut kebutuhan karena sangat membantu pekerjaan guru," ujarnya.
Sebagai pengawas madrasah, Titin telah membina 19 madrasah yang terdiri atas 10 Raudlatul Athfal (RA) setingkat dengan Taman Kanak-kanak (TK) dan 9 Madrasah Ibtidaiyah (MI) sekelas Sekolah Dasar (SD). Untuk mengubah rendahnya literasi dan paradigma guru 'kolot' ini, Titin memiliki strategi untuk menyelesaikan madrasah yang dianggap 'bermasalah'.
Perempuan yang pernah menjadi guru Matematika di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 2 Pasuruan tersebut mendesak kepala sekolah hingga guru untuk mengubah pola pikir (mindset) zona nyaman dalam mengelola dan mendidik murid-muridnya. Hingga kini, banyak kepala madrasah belum memahami tugas pokok dan fungsinya.
Sehingga mereka hanya mempertahankan jabatan tanpa memberdayakan dan mengembangkan pribadi guru. "Akhirnya banyak skillset belum terasah. Keinginan untuk belajar keterampilan-keterampilan baru yang harus diraih dan dikuasai justru belum kelihatan," ujarnya.
Baca Juga: Guru Lulus Passing Grade DKI Jakarta Terancam Batal Jadi ASN PPPK, 6070 Berkas Dikembalikan BKN
Hal lain yang juga menjadi tanggung jawabnya sebagai pengawas madrasah yakni kepastian kepala dan guru madrasah harus memiliki kreativitas tinggi, terutama dalam memecahkan masalah. Selain itu, mereka juga harus meningkatkan kompetensinya secara maksimal.
Titin harus memastikan secara langsung bahwa guru yang mengajar benar-benar mengerti materi yang diajarkan ke murid. Hal ini akan terlihat dalam tingkah laku guru.
Bahkan untuk menghilangkan kesan "kolot" perangkat sekolah, Titin juga membuat jadwal observasi mengajar. Pekerjaan ini kesepakatan antara kepala madrasah dan guru.
Agar tidak mengesankan seperti orang lain, Titin berusaha menciptakan suasana akrab dengan guru sebelum membicarakan langkah-langkah yang dilakukan selanjutnya. "Saya juga menyepakati 'kontrak' dengan guru tentang berbagai hal yang terkait kemampuan yang akan ditingkatkan," kata Titin.
Namun agar tidak mencampuri guru yang sedang mengajar, Titin akan berusaha menciptakan suasana yang wajar sehingga tidak menjadi pusat perhatian. Misalnya, dia akan berbaur dengan kondisi kelas.
"Saya hanya fokus upaya perbaikan dari kelemahan yang ada. Saya juga akan perhatikan reaksi siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru," ujar Titin.
Dalam menjalankan tugas sebagai pengawas, Titin membawa misi untuk membawa madrasah bisa melaju menjadi sekolah maju tak kalah dengan sekolah-sekolah di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. ”Madrasah ini punya prinsip mandiri berprestasi. Meski kegiatan dilakukan secara mandiri, tetapi hal itu tak menghambat kami untuk terus berusaha membuat prestasi,” ujarnya.
Perjuangan Titin tidak sia-sia. Dia melihat madrasah terus berbenah. Kualitas madrasah semakin membaik dari tahun ke tahun. Sudah lebih dari lima tahun terakhir, madrasah di wilayahnya mampu menunjukkan daya saing tinggi. Parameternya, jumlah siswa yang mendaftar selalu bertambah.
”Trennya setiap tahun naik terus 10 persen siswa barunya. Kalaupun ada yang nggak nambah, minimal sama,” ujarnya.