USD Gelar Sanata Dharma Berbagi, Hadirkan Pemikiran Kritis untuk Membangun Kehidupan Bangsa yang lebih Beradab

Minggu, 18 Juni 2023 | 06:30 WIB
USD Gelar Sanata Dharma Berbagi, Hadirkan Pemikiran Kritis untuk Membangun Kehidupan Bangsa yang lebih Beradab
Sanata Dharma Berbagi, kegiatan seminar nasional bertema Mengembangkan Kehidupan Berbangsa yang lebih Beradab”. (Dok: USD)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Universitas Sanata Dharma (USD) menggelar Seminar Nasional Sanata Dharma Berbagi edisi Sosial Humaniora bertema “Mengembangkan Kehidupan Berbangsa yang lebih Beradab”.

Kegiatan yang dilangsungkan secara hybrid di R. Kadarman dan ruang virtual zoom ini menghadirkan 4 pembicara kunci, yaitu Dr. Iwan Syahril, Ph.D. (Dirjen Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek), Prof. Dr. E. Kristi Poerwandari (Fakultas Psikologi Universitas Indonesia), F.X. Risang Baskara, Ph.D (Fakultas Sastra USD) dan Eny Winarti M.Hum., Ph.D (FKIP USD).

Wakil Rektor III, Dr. Y. Titik Kristiani, M.Psi menyampaikan tema tentang keberadaban bangsa  sangat aktual, terutama dalam rangka menyadari keberadaan kita sebagai warga global.

“Keberadaban suatu bangsa dilihat dari kenaikan level kualitas kehidupan masyarakatnya. Dari sisi aspek kognitif, bangsa yang beradab memiliki pribadi-pribadi yang sungguh memiliki kemampuan berpikir yang kreatif inovatif kritis yang sungguh melihat dunia ini secara lebih bermakna. Dari aspek afektif ditandai oleh adanya sensitivitas terhadap kehidupan dan relasi sosial yang semakin bermatabat. Keberadaban ini juga ditunjukkan dengan bagaimana kita sebagai pribadi sebagai warga bangsa makin menyadari bahwa orang-orang di sekitar kita adalah orang-orang berharga yang layak dihargai martabatnya,” tegasnya.

Baca Juga: Seminar Nasional KNPI Jateng: Peran Akademik Penting Bagi Arah Kebijakan Politik

Pembicara kunci pertama, Prof. Dr. E. Kristi Poerwandari menyampaikan pentingnya memanusiakan manusia dalam upaya membangun kehidupan yang dimediasi oleh teknologi tinggi.

“Selalu ada tantangan dalam menjalani kehidupan, dan tampaknya memanusiakan manusia menjadi sesuatu yang lebih sulit dilakukan di masa kini, dibanding di masa sebelumnya, di saat kehidupan manusia total diubah oleh teknologi. Di sisi lain kebutuhan psikologis dasar manusia tetap ada dan mungkin makin kuat memerlukan pemenuhannya,” paparnya.

Menyambung pentingnya nilai-nilai etis kemanusiaan di tengah gempuran perkembangan teknologi, pembicara kunci kedua, F.X. Risang Baskara, Ph.D menyoroti perlunya titik temu antara pedagogi digital kritis dengan perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Atificial Intelligence-AI).

“AI dan pedagogi digital kritis bak lentera dan peta untuk petualangan pembelajaran yang transformasional. Penting untuk memahami bagaimana prinsip-prinsip pedagogi digital kritis dapat memandu penggunaaan AI yang etis di dalam pembelajaran, di ruang-ruang kelas kita, demi pertumbuhan pribadi siswa-siswi kita” paparnya.

Sementara itu, pembicara kunci ketiga, Dr. Iwan Syahril, Ph.D., menyampaikan bagaimana kebijakan Merdeka Belajar dan Program Organisasi Penggerak yang berorientasi pada murid dan kualitas hasil pembelajaran mereka

Baca Juga: Gelar Seminar Nasional, Pemuda Katolik Dorong Kader Melek Literasi dan Ekonomi Digital

“Kita harus menciptakan pembelajaran yang lebih berpihak kepada murid, yang memerdekakan murid dan mengajarkan hal yang sesuai dengan tahap perkembangan setiap peibadi. Hal ini penting dilakukan untuk mendorong terwujudnya profil pelajar Pancasila, yaitu SDM Indonesia yang beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia kreatif, gotong royong, kritis, mandiri dan berkebhinekaan global,” jelasnya.

Menyambung pentingnya pendidikan yang berpusat pada murid dengan segala konteks hidupnya, Dr. Eny Winarti,Ph.D dengan crirical discourse analisis, merefleksikan pengalamannya dalam program organisasi penggerak di Kabupaten Mappi, Papua.

“Di era standardisasi, keberhasilan pendidikan seringkali disederhanakan dari sisi data kuantitatif berkenaan dengan ketersediaan kurikulum dan perangkat pembelajaran lainnya, tanpa memperhatikan konteks oleh siapa, kepada siapa, di mana dan bagaimana perangkat tersebut dijalankan. Perlu cara pandang secara komprehensif untuk mengevaluasi keberhasilan pendidikan. Adat kebiasaan dan kondisi masyarakat menduduki peran penting dalam pendidikan. Pemahaman tentang sosiologi masyarakat yang terlibat dalam proses pendidikan akan menjadi penentu keberhasilan pendidikan,” ungkapnya.

Selain menghadirkan pemikiran dari para pembicara kunci, Sanata Dharma Berbagi Sosial Humaniora juga menseminarkan 143 abstrak dari para pemakalah dari berbagai disiplin ilmu sosial humaniora. Setelah diseminarkan, semua makalah akan mendapatkan review dan diterbitkan dalam prosiding ber-ISBN.

Ketua Panitia Sanata Dharma Berbagi Sosial Humaniora, Ernest Justin, S.J., S.Psi., M.Hum. menyampaikan apresiasinya kepada semua pembicara dan pemakahan karena berkenan membagikan kedalaman intelektualitasnya.

“Kedalaman intelektualitas bukan untuk disimpan di menara yang tinggi, namun harus dibagikan kepada dunia sekitarnya. Kami ingin berterima kasih kepada para narasumber dan pemakalah yang berasal dari berbagai tempat dan berbagai disiplin ilmu sosial humaniora, mulai dari yang hendak mengembangkan metode-metode belajar yang kreatif dan inovatif hingga yang hendak menggali pemahaman tentang Tuhan dalam berbagai tradisi,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI