Suara.com - Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) menyelenggarakan seminar tatap muka yang berjudul “Kupas Tuntas Pewaraganegaraan, Keimigrasian dan Pencatatan bagi Anak dari Keluarga Perkawinan Campuran: Memahami PP Nomor 21 Tahun 2022 dan Permenkumham No. 10 Tahun 2023” di Hotel Century Park Senayan, Jakarta.
Kegiatan tersebut menghadirkan tiga narasumber yaitu Dr. Baroto, S.H., M.H. Direktur Tata Negara, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM; Pramella Yunidar Pasaribu, S.H., M.Hum., Direktur Izin Tinggal Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM; dan Dr. Handayani Ningrum, S.E., M.Si., Direktur Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri; serta Ani Natalia, S.E., M.Ec., CPS, CPM, MPR dan juga Ketua Srikandi sebagai MC dan Moderator pada kegiatan ini.
Fokus bahasan dalam seminar ini adalah anak-anak yang memiliki kewarganegaraan ganda, yang lahir dari perkawinan campuran atau lahir dari pasangan WNI-WNI di negara yang menganut prinsip ius soli (contohnya: Amerika Serikat).
Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, anak tersebut dapat memiliki kewarganegaraan Indonesia dan kewarganegaraan lain. Namun hak ini dibatasi. Ketika mereka berusia 18 tahun, harus memilih menjadi WNI atau WNA, dan mereka diberikan tiga tahun untuk menyampaikan keputusan yang sangat berat itu. Selain itu, sebelum mencapai usia 18 tahun, anak tersebut harus didaftarkan sebagai anak berkewarganegaraan ganda terbatas di kantor Imigrasi atau Perwakilan RI.
Konsekuensi bagi anak hasil perkawinan campuran yang tidak terdaftar atau terlambat memilih kewarganegaraan cukup berat juga. Sesuai ketentuan undang-undang, anak tersebut akan terancam kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Dengan seluruh permasalahan yang dapat muncul dari hal ini, tentunya tidak sesuai dengan semangat perlindungan dan kepastian hukum.
Salah satu bentuk komitmen negara untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap anak-anak hasil perkawinan campuran adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia (PP Nomor 21 Tahun 2022). Kepada anak-anak tersebut, peraturan ini memberikan kemudahan persyaratan dan perpanjangan waktu untuk mengajukan permohonan menjadi WNI. Ini memang terobosan dalam memecahkan masalah ini.
Namun, kesempatan ini memiliki batas waktu yaitu permohonan harus diajukan sebelum 31 Mei 2024. Mengingat pemahaman terhadap PP ini belum begitu menyeluruh, sisa waktu yang tinggal satu tahun mungkin tidak cukup. PP juga tidak mengakomodir anak hasil perkawinan campuran yang sudah mencapai usia 18 tahun sebelum UU 12/2006 diundangkan, dan akibatnya tidak pernah diberi kesempatan untuk menjadi WNI.
Syarat-syarat dan cara mendaftar sebagai anak berkewarganeraan ganda dituangkan dalam Peraturan Menteri Permenkumham No. 10 Tahun 2023. Pendaftaran anak berkewaraganegaraan ganda adalah salah satu persyaratan untuk menyampaikan pernyataan pemilihan kewarganegaraan pada usia 18-21 tahun. Bagi yang terlambat memilih dan ingin mengajukan permohonan menjadi WNI sesuai dengan PP 21/2022, ada beberapa persyaratan keimigrasian yang harus terpenuhi. Persoalan izin tinggal lain yang tentu saja akan diangkat pada acara ini termasuk masalah penjamin. Berbeda dengan beberapa negara lain, Indonesia tetap mewajibkan semua pasangan WNA dalam perkawinan campuran untuk diawasi oleh serorang penjamin, bahkan yang telah menikah lebih dari 10 tahun.
Sementara itu, pencatatan sipil adalah hal yang penting bagi seluruh penduduk Indonesia, termasuk WNA, karena “urusan adminduk bukan pelayanan dasar, tetapi menjadi dasar dalam semua pelayanan”. Ada beberapa titik temu antara Dukcapil dan pelaksanaan PP No. 21 tahun 2022, termasuk persoalan sekitar pencatatan anak berkewarganegaraan ganda pada saat memilih kewarganegaraan maupun bagi yang tidak memilih, dijelaskan secara mendalam.
Baca Juga: Lulus SMA, Anak Komeng Pilih Jadi TNI
Ketua APAB, melalui ketuanya, Nia Schumacher mengatakan, pihaknya sangat senang bisa menghadirkan ketiga narasumber yang berbobot ini. Kami juga mengapresiasi seluruh upaya yang dihasilkan oleh ketiga instansi ini untuk melindungi dan mempermudah anak-anak dari keluarga perkawinan campuran.
“Selama ini, banyak masalah yang dihadapi keluarga perkawinan campuran muncul dari tidak adanya hubungan yang jelas antara pelaksanaan di lapangan ketiga lembaga ini. Diharapkan dengan dipertemukannya ketiga Direktur ini hari ini, keselarasan antara fungsi pewarganegaraan, keimigrasian dan administrasi kependudukan akan semakin jelas dan memudahkan keluarga perkawinan campuran ke depan,” ungkap Nia.